"I hate my life"
-Isabell-oOo
Isabella
Seorang gadis bernama Sanaya Moore ditemukan tewas di bilik toilet sekolah. Gadis itu terlungkup dengan sebelah lengan menyentuh water closet. Bibirnya sobek sampai ke telinga. Sebuah linggis menusuk perut hingga ke punggung. Lalu gigi-giginya juga cabut. Kelopak mawar berhamburan di TKP. Bau semerbak bunga seakan menutupi kekelaman peristiwa itu.
Peristiwa ini sangat mengerikan. Aku—yang biasanya berjalan sendirian di penjuru sekolah—kini mulai bergandengan tangan dengan gadis-gadis lainnya. Imbauan kepala sekolah terus terngiang di kepalaku. Tidak ada yang boleh pergi sendirian; begitu pula pulang dan berangkat sekolah. Para murid diharap tidak boleh berangkat sebelum jam enam lebih lima belas, dan harus langsung pulang saat bel sekolah.
Ini menakutkan. Bayangkan saja, salah satu teman sekelasmu dibunuh dengan cara yang mengerikan, lantas digeletakkan begitu saja di toilet. Tapi yang paling mengerikan ialah; pelaku belum ditangkap, bahkan belum diidentifikasi.
Pembunuhan ini cukup rapi dan cermat. Si Pembunuh tidak meninggalkan sidik jari di linggis atau pun bunga mawar. Ada kemungkinan kalau dia mengenakan sarung tangan atau semacamnya. Dan masalah sidik jari; para penyelidik telah memeriksa setiap orang yang sidik jarinya menempel di bilik itu. Yah, tempat itu merupakan tempat umum. Tapi agaknya tidak etis mencurigai orang yang sekadar pergi ke sana.
Sudah dua minggu kejadian berlalu. Tapi hawa mencekam itu tak kunjung sirna. Para siswi harus rela pindah ke toilet guru—barang kali menahan. Suasana di toilet perempuan masih belum memungkinkan untuk digunakan.
Karena kasus mengerikan ini, seluruh penjuru negeri gempar. Banyak sekali masyarakat awam dan rakyat biasa yang berlomba-lomba berspekulasi. Satu hal lagi; orang tua Sanaya Moore merupakan pejabat. Begitulah kasusnya bisa menyerbak.
Ngomong-ngomong, aku juga mengingat salah satu kalimat Poe; Kematian seorang wanita cantik, tidak diragukan lagi adalah topik yang paling puitis di dunia.
Belakangan ini, aku memikirkan kasus mengerikan itu secara berlarut-larut. Aku bisa termenung selama puluhan menit dan membiarkan cappucino milikku dingin.
"Ngomong-ngomong, bagaimana pendapatmu?" tanya salah satu teman sekelasku, Marida.
Aku hanya mengangkat bahu.
"Siapa pelakunya, menurutmu?" Kini giliran Judith yang melontarkan pertanyaan.
Aku hanya memutar gelasku, lantas kembali menyesap cappucino yang telah dingin itu.
"Dengar," Marida berbisik, "aku mencurigai Tristan atau Kristan dari kelas 12-A. Dia anak yang genius, tidak banyak cakap dan misterius. Kau tahu, aku sempat mendengar perbincangan polisi kalau sidik jari Tristan ada di bilik toilet perempuan-tepat di TKP. Padahal dia anak lelaki, lho."
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Misterio / SuspensoDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...