Ada rasa heran dalam benak seorang gadis saat menginjakkan kaki di halaman depan sebuah gedung di mana ia tahu orang yang dicari ada di dalamnya. Kenapa heran? Karena sudah pukul setengah lima sore, tapi ternyata di situ masih cukup ramai. Gugup itu pasti, sebab untuk masuk ke kantor polisi ini adalah kali pertama. Tapi, untung saja—barangkali nasib mujur. Belum sampai masuk, ketika tak sengaja menoleh, gadis itu mendapati seseorang berjalan dari bagian samping gedung yang kalau diperhatikan tampak banyak kendaraan roda dua maupun empat. Eh tunggu, roda tiga juga ada. Kendaraan yang familiar sekali dijumpai di ibukota.
"Aina!"
Gadis yang terpanggil pun menoleh saat baru saja duduk di bangku bawah pohon sambil memikirkan kapan sekiranya ia boleh pergi dari sana.
Sahabat yang satu tahun lamanya tak pernah bertatap muka. Kalau ditanya seberapa rindunya, tentu saja luar biasa. Ya, jawaban yang tepat untuk itu, dua kata itu: luar biasa. Rindu yang merupakan sesuatu yang dapat dinilai tanpa perlu angka untuk mengukurnya. Meski tahu bahwa sahabatnya menyusul ke sini, Aina bukannya berlari dan menghamburkan dirinya dalam pelukan, namun tetap duduk diam, seraya menawarkan permen mint untuk gadis bernama Delia itu. Sengaja. Untuk apa kalau bukan mengetes itu benar sahabatnya atau bukan. Ada-ada saja memang kelakuan Aina. Padahal sudah jelas dua kaki di hadapannya itu menapak tanah, dan bayangan yang dipantulkan sinar matahari sore di belakang kaki itu cukup menjelaskan bahwa bayangan ada karena terdapat tubuh nyatanya. Dengan kata lain, Delia bukan halusinasinya.
"Mana suka aku permen mint? Sukaku permen kopi."
Jawaban yang ketika tertangkap oleh pendengaran Aina, spontan membuatnya berdiri dari bangku lalu memeluknya seketika. "Kangen."
Delia rupanya masih sama. Selain tak suka permen mint, dia suka sekali menjitak kepala Aina. Satu tahun. Bukan waktu yang sebentar jika dibandingkan dengan keduanya yang bertemu setiap hari karena memang adalah tetangga satu RT—setidaknya sampai Aina lulus SMA dan diterima di sekolah tinggi yang membuatnya bergelut dengan dunia intelijen seperti sekarang—yang mana Aina masih kerap pulang ke kampung halaman untuk menemui Delia diam-diam, tapi tidak dengan setahun ke belakang.
Berasal dari tempat yang sama. Dari satu kabupaten yang jauh dari Jakarta. Secuil tanah di belahan dunia yang jadi tempat mereka menjajakkan kaki untuk pertama kali, yang udaranya mereka hirup sejak keluar dengan tangisan polos. Dalam pertemanan yang terjalin antara mereka, tak pernah ada kata tawar-menawar atau ajakan "Kamu mau jadi temanku?" atau semacamnya. Sebab sebelum mereka mengenal aksara yang merangkai kalimat tersebut pun, mereka sudah berteman. Ibu mereka dulunya juga adalah teman masa kecil. Dan sampai kalender di rumah berganti belasan kali, dengan ibu mereka yang masih tinggal di tempat yang sama adalah alasan bagi Aina dan Delia untuk jadi teman juga. Ya ... turun-temurun lah.
"Gila. Sejak kamu jauh dari rumah, bikin masalah terus, ya? Kenapa masih di sini?"
"Kan memang begitu, namanya juga hidup. Masalah nggak akan berhenti sampai nafas berhenti juga."
"Sok tahu kamu. Kayak udah pernah mati aja. Kan, orang bilang setelah kematian semua nggak selesai begitu aja."
Aina terkekeh. "Kata orang, kan? Kamu belum membuktikannya. Kalau apa yang aku bilang tadi, sudah aku buktikan sendiri. Contohnya sekarang, aku ada di sini. Di kantor polisi."
Tak ada canggung antara mereka setelah bertemu lagi. Dari deretan orang yang masuk ke dalam daftar kehidupan dan berkesempatan mengenal seorang Aina, satu-satunya yang mengerti betul alasannya untuk pergi jauh dari rumahnya ya cuma Delia. Seorang gadis sebayanya yang lebih senior lima bulan darinya. Seseorang yang selalu lolos seleksi alam dan sampai sekarang masih selalu ada meski Aina tahu dalam kepala sahabatnya itu, dirinya tetap selalu jadi orang aneh yang membuat orang lain tak habis pikir dan habis maklum padanya. Delia lebih dari sahabat untuknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/256321537-288-k372240.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
404 NOT FOUND [Complete]
AçãoGENRE: ACTION - ROMANCE [TAHAP REVISI, JADI SERING-SERING LAH DI-REFRESH UNTUK PEMBARUAN BAB] SELURUH ADEGAN TERORISME DALAM CERITA INI TIDAK BERMAKSUD MENYANGKUT-PAUTKAN PIHAK MANAPUN DAN MERUPAKAN FIKTIF BELAKA. LOKASI DAN ORANG-ORANG TERKAIT MERU...