56 :: Pilihan Anna dan Dua Tahun Setelahnya

120 22 2
                                    

Ada sebuah cerita tentang seekor katak. Ia dikenal sebagai katak yang paling unggul di kelompoknya dan dialah yang disiapkan untuk lomba-lomba yang ada. Satu hari, diumumkan bahwa lomba melompat jauh akan diadakan. Si katak pun berlatih dan mengasah kemampuannya untuk melompat sampai jarak tiga puluh centimeter. Baginya, jarak tersebut sudah yang terbaik yang ia bisa. Tapi pada hari perlombaan, ternyata pihak juri memutuskan untuk memberikan batas minimum lompatan yaitu satu meter. Si katak yang terbiasa dengan lompatan yang jauh di bawah batas tersebut, bagaimana bisa menghadapinya?

Demikianlah Anna. Dia adalah katak itu. Dia yang biasa mendapatkan cinta yang standart-standart saja menurutnya, ketika dihadapkan dengan perasaan Gema yang sebesar itu, membuatnya takut. Ia tidak yakin akan bisa mencintai seseorang dengan sebegitu besarnya lagi setelah semua kepercayaannya sudah hilang terhadap laki-laki. Ayahnya, merusak kepercayaannya secara tak tanggung-tanggung. Ia sudah tidak mengenal yang namanya cinta lagi sejak usia sepuluh tahun, sampai di masa putih abu-abunya, ia menemukan seseorang yang akhirnya bisa mendobrak pintu yang tertutup rapat itu. Anna bisa mencintai lagi, dan yang kali itu, ia menyerahkan seluruh hatinya. Dua tahun yang indah nyatanya tidak membuat laki-laki itu puas, dan mereka berpisah begitu saja.

Anna, si gadis yang selalu menyendiri karena menganggap semua orang hanya akan menyakitinya kecuali dia yang dicintainya, harus menerima pahitnya kenyataan sekali lagi ketika laki-laki yang ia cintai meninggalkannya untuk orang lain. Anna kira dirinya istimewa. Anna kira ia akan dicintai sebesar ia mencintai. Dengan sadar, ia menjadikan laki-laki itu dunianya, dan ketika kehilangan itu, ia kehilangan seluruh dirinya. Sakit yang teramat berubah jadi mati rasa, meski sejujurnya, tidak ada yang berubah dari hati terdalamnya. Ia tetap mencintai laki-laki itu, bahkan sampai lima tahun setelah ia ditinggalkan.

"Mungkin kamu nggak menyadari ini, An. Tapi setelah aku tahu kalau kamu akhirnya bisa mengikhlaskan dia, aku benar-benar menemukan temanku yang dulu. Temanku Anna, tujuh tahun yang lalu."

Delia masuk begitu saja ke dalam ruangan Anna karena pintunya dibiarkan terbuka. Ia melihat temannya sedang berkemas, tanpa ia tahu ke mana tujuannya. Delia bisa melihat bekas air mata di pipi Anna meski hanya dari samping, saat temannya itu sesekali menoleh ke arah lain untuk mengambil barang-barangnya. Rasanya, sejak memasuki ruangan itu, Delia seperti mendengar alunan musik yang sedih padahal pada kenyataannya tak ada melodi yang terputar di situ. Delia kemudian menyadari, itu suara dari kesedihannya sendiri. Ia tahu kali ini Anna akan benar-benar melakukan apa yang ingin dilakukannya sejak awal. Pergi sejauh-jauhnya tanpa seorang pun akan tahu ia di mana. "Kamu tahu kamu nggak harus pergi, An..."

Tangan Anna yang sibuk memasukkan ini-itu ke dalam koper, seketika terhenti. Ia memejam sebentar, merasakan kesedihan temannya didengar dari suaranya yang lirih. Ia menoleh ke belakang lantas mendekat. Memeluk teman dekatnya dengan erat. "Ini nggak seburuk yang kamu kira, Del. Aku nggak akan sepenuhnya menghilang. Aku tetap akan melakukan pekerjaanku. Aku cuma ... menyendiri aja."

Delia melepaskan pelukannya. "Teman masa kecilku benar-benar kembali," Delia mengatupkan bibir atas dan bawahnya, menahan tangis. Suaranya makin bergetar. "Yang keras kepala dan apapun yang aku katakan nggak akan pernah menghentikan dia. Pergilah, An. Temukan apa yang kamu ingin cari. Dapatkan apa yang ingin kamu tuju. Apapun itu, semua yang terjadi nantinya, kalau kamu butuh tempat pulang ... Aku akan selalu ada."

"Aku tahu," jawab Anna kehabisan suaranya. Ia makin sering menengadah untuk menahan air matanya agar tak mengalir.

Anna pun melanjutkan urusannya yang belum selesai. Kali ini memasukkan beberapa tanamannya ke dalam kardus. Delia pun ikut membantu, memasukkan buku-buku temannya ke dalam kardus yang lain. Ya, selain suka tanaman, Anna memang sangat menyukai buku. Katanya, gadis itu suka berkeliling dunia meski hanya duduk di kursi. Sempat terlintas dalam pikiran Delia, apakah mungkin sekarang Anna akan berkeliling dunia? Tapi pikiran itu terhenti ketika ingat bahwa Anna akan tetap melakukan pekerjaannya. Ketika tak sengaja melirik ke Delia, Anna menilai ada lamunan di situ. Ia pun menyenggol. "Mikirin apa?"

404 NOT FOUND [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang