Mobil berhenti jarak beberapa bangunan dari gereja. Dengan siap siaga, Gema, Addri, dan Firli melesat keluar lengkap dengan rompi anti peluru yang tadi mereka kenakan di perjalanan. Pistol sudah ada di genggaman, dengan meletakkan tangan lurus berikut pistol yang mengarah ke bawah, ketiganya berlari menuju gereja. Pandangan yang mereka dapati adalah sepi. Semua orang tidak ada di dalam, rupanya, tak jauh dari sana tampak segerombolan orang mulai dari anak kecil sampai orang tua berkumpul di satu titik. Sekitar enam puluh meter dari gereja."Hah, syukurlah mereka udah diamankan, Gem!" ujar Firli melega. "Semua orang udah keluar dari sini."
"Tapi bukannya itu berarti ada aparat yang datang? Jadi kita nggak boleh terlihat mereka," sahut Addri.
Mata Gema memicing sembari berjalan lalu bersembunyi di balik sebuah mobil yang terparkir di tepi jalan. Ia melihat pada gerombolan orang di sana, tak ada orang berseragam, atau paling tidak jika tak berpakaian dinas, terlihat salah seorangnya memegang senjata. Tanpa basa-basi, ia mendekat untuk melihat dengan lebih jelas. Melepaskan rompi anti pelurunya dan menyerahkannya ke Firli. Itu tentu menuai banyak pertanyaan dari temannya tersebut sebab baginya pasti Gema sudah tidak waras. Mengesampingkan omelan Firli, Gema berlari kecil menuju ke kerumunan. Alasannya melepas rompi hanya semata untuk mengamankan diri jikalau ada aparat yang entah dari BIN atau BNPT dan instansi terkait lainnya yang ada di antara orang-orang itu. Atau kalau nasib sedang tidak mujur, ia akan berhadapan dengan teroris yang berkamuflase dan berada di antara para jemaat tersebut. Ia tidak boleh memperlihatkan bahwa dirinya polisi. Pandangan dan pendengarannya ia pertajam, mawas terhadap sekitaran, mengingat bahwa teror bom di Jakarta beberapa tahun lalu, kerumunan juga jadi incaran tembak.
Di sisi lain, Firli yang tak bisa menghentikan Gema, memaki pada Addri yang juga tidak mau membantunya menahan teman mereka. Addri hanya tak habis pikir mengapa di saat seperti ini Firli masih terus memarahinya. "Jadi kita cek ke sekitaran apa nggak, Fir?"
"Tapi dengan semua orang keluar dari sini berarti ada yang menuntun mereka, kan? Ada yang melindungi mereka. Artinya benar katamu tadi kalau aparat mungkin udah ada. Dugaanku sih intel ya," tutur Firli.
"Jadi kita susul Gema aja?"
"Apa nggak ada pilihan lain?"
Addri menggeleng, dan ia tahu raut Firli berubah masam dengan penuh kepasrahan. Baru mau menyusul, keduanya sama-sama melihat seseorang berlari dari arah belakang gereja. Dada mereka serasa mencelos dengan napas tertahan dan saliva yang seperti tidak bisa ditelan. Sontak, sepasang mata masing-masing dari dua reserse tersebut membulat sempurna, lengkap dengan mulut yang terbuka. Andai mereka salah lihat, namun untuk apa juga mengandaikan sesuatu yang sudah jelas-jelas tidak masuk akal untuk mereka saksikan? Apa juga yang harus diandaikan kalau yang mereka lihat memang benar-benar terjadi? Ya, memang tidak ada yang harus dipertanyakan selain penglihatan mereka ini benar atau tidak. Itu Aina. Mana mungkin mereka melihat Aina berada di Bogor, terlebih, muncul dari arah belakang gereja yang merupakan tempat bom bersemayam?
Di samping itu, ketika sampai di depan gereja untuk menilik sekali lagi keamanan para jemaat, Anna malah lebih dulu mendapati dua orang yang sangat ia tahu itu siapa. Bahkan setelah ia tahu bahwa Addri dan Firli memang berada di Bogor juga, gadis itu masih tetap tertegun karena keterkejutannya. Jadi ini akhir dari topengnya? Ini selesainya apa yang sebetulnya belum benar-benar ia selesaikan? Begini caranya ia harus membuka kedok tentang siapa dia sebenarnya? Banyak pertanyaan yang mendadak mengisi kepala Anna sampai-sampai ia tak punya kekuatan untuk berlari lagi. Di tepi jalan yang berseberangan dengan tempat Addri dan Firli berdiri, Anna terpaku menatap ke sana. Memindai secara bergantian kedua orang itu yang juga menatapnya dengan melongo.
"AINA?"
Suara berat yang sedikit berteriak itu membuat Anna dan dua orang yang masih kaget di depannya itu menoleh. Gema rupanya telah kembali usai mengecek keadaan orang-orang yang sempat ia tanyai bahwa mereka memang benar jemaat Gereja Katedral dan tiga orang tak dikenal telah meminta mereka mengamankan diri dengan segera keluar dari bangunan tersebut dan menepi ke sana. Satu lagi, soal jalanan sekitaran yang sepi, mungkin karena instansi-instansi yang tadi Gema duga lah yang melakukan tugasnya, meski ia tak melihat adanya orang-orang itu. Dan walaupun jarak pandangnya pun terbatas karena bangunan-bangunan di sekitar, Gema yakin pasti ada yang berjaga di jalan untuk meminta orang-orang yang hendak ke arah sini untuk putar balik.
![](https://img.wattpad.com/cover/256321537-288-k372240.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
404 NOT FOUND [Complete]
ActionGENRE: ACTION - ROMANCE [TAHAP REVISI, JADI SERING-SERING LAH DI-REFRESH UNTUK PEMBARUAN BAB] SELURUH ADEGAN TERORISME DALAM CERITA INI TIDAK BERMAKSUD MENYANGKUT-PAUTKAN PIHAK MANAPUN DAN MERUPAKAN FIKTIF BELAKA. LOKASI DAN ORANG-ORANG TERKAIT MERU...