14 :: UNDANGAN

317 33 24
                                    

"Itu di sana!" tunjuk Gema pada sebuah benda yang dicari, berada di antara dua kardus yang untuk ke sana perlu bersempit-sempit dengan tumpukan kardus lainnya. Sementara Gema berusaha mengambilnya, Aina diam-diam mengeluarkan pisau lipat kecilnya. Membobol perekat salah satu kardus dengan hati-hati diselingi ia mengajak Gema bicara tidak penting, alhasil suaranya mampu menutupi suara perekat yang ia rusak. "Susah untuk aku ke sana, An. Sempit."

"Ya udah mundur," kata Aina setelah berhasil dengan perekat kardus itu dan memasukkan lagi pisau lipat ke sakunya. "Aku lebih kecil, jadi pasti bisa ke sana."

Gadis itu melega ketika berhasil menggapai boneka. Si tukang kebun yang ia ajak bekerja sama—atau lebih tepatnya ia paksa dengan mengancam—itu sepertinya sengaja mengerjainya dengan meletakkan boneka di tempat yang sulit dijangkau. Tukang kebun itu masih tetap kekeh tidak mau mengetahui apapun isi dalam kardus ini dengan alasan saat semua yang entah apa itu menimbulkan masalah, ia bisa dengan berani menyanggah bahwa ia tidak ikut campur. Jadinya ya begini, laki-laki bernama Heru itu masuk hanya untuk meletakkan boneka saja, tidak untuk membuka salah satunya agar saat Gema masuk ke gudang ini, reserse itu bisa langsung melihat isinya seperti keinginan Aina.

"Hah, akhirnya dapat. Udah, sekarang aku mau keluar, di sini pengap sekali."

Ketika Aina berbalik, ia malah menubruk tubuh jangkung Gema sampai tak sengaja hidung mereka saling bersentuhan. Gema yang juga kaget, spontan menahan pinggang gadis itu sebab Aina pakai acara keseleo segala saat hendak mundur secara refleks. Mulut Aina terbuka dengan napas yang tertahan. Matanya membulat saat sadar dengan posisinya yang sangat tidak nyaman kalau-kalau dilihat orang. Ia dengan cepat membuang pandangan dan hendak melepaskan diri, tapi justru Gema menahannya. Setelah untuk beberapa saat Aina menilai kalau pemuda itu sengaja, ia sedikit meronta.

"Kenapa kamu gugup?" tanya Gema dengan satu sudut bibir terangkat.

"Ha? A-aku gugup? Enggak, enggak. S-siapa yang gugup?" balas Aina dengan susah payah yang akhirnya membuat suaranya bergetar. Sial sekali, ia tidak mengira akan berada dalam keadaan seperti sekarang. Keadaan yang sama sekali tidak ada dalam rencananya.

"Kamu gugup, An. Aku tahu." Gema makin menatap lekat dengan sedikit ejekan untuk gadis itu.

Merasa tak bisa seperti itu lama-lama, karena Aina juga masih gadis normal yang jantungnya bisa berdegup kencang karena seorang pemuda, apalagi pemuda tampan dan berwibawa seperti Gema. Ia yang gugup bercampur ingin segera semuanya selesai pun, menyikut kardus di sebelahnya yang tadi perekatnya ia rusak hingga kardus itu terjatuh. Terbuka. Mengeluarkan beberapa barang yang justru membuat mata reserse di hadapannya terbelalak saat menatap ke lantai. Barang berwarna hitam itu tak lain adalah ... pistol.

Pada akhirnya Gema melepaskan Aina dan melihat lebih teliti pistol-pistol tersebut dari dekat. Aku cuma datang ke sini atas perintah Bapak pemilik panti, menginfokan ke Pak Handoko kalau barang sudah datang. Begitulah cuplikan perkataan laki-laki yang adalah tukang kebun panti ini tempo hari. Berarti, ini kah yang dimaksudkan? Anak kecil tadi juga bilang bahwa si tukang kebun masuk ke sini untuk meletakkan barang-barang. Apa ini barangnya?

Gema yang sudah berjongkok itu menengadah pada Aina yang menutup mulutnya dengan tangan karena syok, sebab di gudang ini terdapat senjata. Ia melihat sekitaran dan buru-buru beranjak. Membuka satu per satu kardus lainnya dengan paksa bermodalkan kuku jempolnya yang agak panjang. Semuanya berisi senjata dengan berbagai jenis. Pemuda itu sekali lagi saling pandang dengan Aina, tanpa saling bicara apa-apa, masing-masing sibuk mencerna apa yang mereka lihat. Sedetik kemudian Gema meraih ponsel dan mengambil tujuh sampai delapan foto tempat itu, lalu beralih untuk menelepon Addri.

"Halo, Ad?" sapanya dengan napas yang menggebu-gebu. "Cepat ke panti asuhan, ada yang harus kita urus. Cepat! Ajak Firli juga kalau bisa! Aku dapat sesuatu yang besar!"

404 NOT FOUND [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang