32 :: TERBONGKAR

187 25 0
                                    

Addri yang kembali dari mengejar Akmal namun tak mendapatkannya karena sudah pasti orang itu telah membuat jalur pelariannya, terkejut ketika Gema dan Firli rupanya sudah berada di dalam sini. Keduanya menatapnya tak percaya. Sementara di sana, Anna masih bertarung dengan raut tak terdefinisikan yang Addri tangkap dari tempatnya berdiri. Addri bahkan melihat gadis itu tak segesit sebelumnya dan sudah dapat diketahui apa yang membuatnya begitu. Tentu kekuatan Anna merosot akibat kedatangan Gema yang memergokinya. Di situlah, Firli yang juga sempat menatap Addri dengan tak biasa karena pasti sudah bisa memahami situasi bahwa pemuda itu sudah tahu siapa Anna, maju untuk membantu melawan satu-satunya laki-laki yang tersisa. Anna menyambut bantuan itu dan pertarungan sengit kini berlangsung dua lawan satu.

Addri hendak menyusul untuk membantu juga, namun Gema menyergahnya. Matanya berapi-api. Cengkeraman kuat itu membuat Addri bergidik. "Kamu tahu semua ini kan, Ad?" tanya Gema pelan, suaranya bergetar. "Kamu tahu gadis yang di sana itu sebenarnya siapa, iya kan?"

Memilih tak ingin menjawab karena tidak siap, Addri memaksa beranjak tapi Gema malah menarik kerahnya dengan marah. "Gem, nggak sekarang, Gem! Ini bukan waktu yang tepat!"

Gema masih tak mau melepasnya. Matanya sudah berkaca-kaca memohon kejujuran Addri sebagai sahabat sembilan tahunnya. Tak ada suara yang dapat Gema dengar selain remuk dan gemuruh dalam dadanya. Addri pun masih diam tanpa jawaban yang ia nanti-nantikan dan itu membuat Gema sudah benar-benar gila kali ini. Pemuda itu hendak meninju muka Addri dan dengan sekuat tenaga Addri menahan kepalan tangan temannya sampai di kejauhan sana, ia melihat seseorang mengarahkan senapan yang tampak siap menembak Gema dari belakang. Addri yang kaget bukan main, seketika mendorong Gema sekuat yang ia bisa, kemudian ikut menghindar.

"ARRGGH!!"

Erangan kesakitan tersebut membuat tak hanya Gema, namun juga Anna dan Firli terkejut. Dua gadis yang bertarung sengit melawan satu orang berbadan kekar yang teramat kuat itu pun menoleh, mendapati Addri yang terjatuh ke tanah, sedang dipangku oleh Gema. "ADDRIIIII...!!" histeris Firli yang dengan cepat berlarian menuju dua teman laki-lakinya.

Tercurinya fokus tersebut rupanya membuat lawan mengambil kesempatan. Ditariknya tangan Anna, satu-satunya lawan yang tersisa. Orang-orang di sana pasti akan terlalu fokus dengan yang tertembak sehingga ia bisa cari kesempatan untuk menculik yang satu ini, pikirnya. Langsung saja laki-laki itu mendaratkan bogem ke pipi gadis di depannya dengan kuat. Tak sempat bagi Anna untuk menghalau serangan itu dan ujung bibirnya pun mengeluarkan darah. Gadis itu sudah geram. Lihat yang terjadi di sebelah sana pada Addri, dan apa iya dirinya akan kalah di sini? Anna seketika berubah lebih bengis dari yang tak pernah ia duga. Pikirannya sudah kalut sejak Gema mengetahui dirinya yang sebenarnya. Dan di saat Anna berubah menjadi seperti itu, jangan ditanya. Semua skenario yang laki-laki tersebut ciptakan sebelumnya tanpa Anna tahu, harus kandas karena gadis itu sudah lebih dulu mematahkan lehernya.

Di sisi lain, jarak beberapa meter, tepat saat Firli datang, Gema mengalihkan kepala Addri ke pangkuan Firli. Pemuda itu segera bangkit dan berlari menuju arah peluru ditembakkan dan ia melihat seseorang berlari kencang, kabur. Dengan disusul seorang yang lain, yang sekilas sebelum orang kedua ikut berlari, tampaknya laki-laki paruh baya. Gema tak mau tinggal diam dan segera mengejar. Ia harus menangkap orang yang telah menyebabkan temannya terluka sekalipun beberapa saat tadi ia teramat marah pada Addri. Kemarahan yang tak pernah ia bayangkan akan terpusat pada sahabatnya sendiri. Gema mempercepat langkah berlarinya. Sisi samping bangunan mangkrak ini seperti tak ada ujungnya.

"Kamu urus saja temanmu!" seru laki-laki paruh baya tersebut. Sesaat tadi Gema pikir itu rekanan pelaku, namun jika diperhatikan lagi, orang itu juga sama sepertinya. Mengejar penembak yang larinya sangat kencang jauh di depan sana. Tanpa Gema tahu itu siapa, rasanya insting berkata untuk mempercayainya. Ketika laki-laki paruh baya itu berseru barusan, dia sekilas menoleh ke belakang pada Gema. Cahaya dari lampu sorot yang ada di luar pagar di tepi jalan, sangat membantu Gema untuk melihat secara jelas. Setidaknya ia bisa mengingat wajah laki-laki tersebut. Sedetik kemudian, sialnya sebuah bata ringan menjegal kaki reserse itu, membuatnya terjerembab ke tanah dan tubuhnya terbanting dengan kuat. Seakan-akan itu memang dukungan dari keadaan agar ia berhenti.

404 NOT FOUND [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang