Hari ini diminggu pagi, disaat semua orang tengah menyesap kopi menikmati minggu pagi dengan orang terkasih dengan perasaan bahagia. Sedangkan aku malah disuguhkan kenyataan pahit akan kejujuran suamiku.
Ku beranikan diriku untuk bertanya padanya menahan semuanya, entah apakah aku masih sanggup untuk menangis atau tidak. Ku hampiri dia yang tengah duduk di kursi taman rumah kami.
"Sayang boleh aku bertanya sesuatu padamu?" Kata ku sambil duduk di sampingnya.
"Tentu kau ingin bertanya apa?"
"Tapi berjanjilah satu hal padaku. Jawablah dengan jujur apapun itu." Ucapku sedikit ada keraguan apakah dia akan menjawab pertanyaanku atau tidak.
"Baiklah akan aku jawab."
"Apakah kau sadar ketika melakukan itu di belakangku?" Kataku sambil menatap manik matanya.
"I...i..iya aku sadar, maafkan aku sayang sungguh." Jawabnya sambil menundukkan pandangannya memutus kontak mata diantara kami.
"Baiklah, satu lagi. Apa kau bahagia menjalani bersamanya?" Kataku sambil menguatkan hati saat mendengar jawabannya nanti.
"Iya aku bahagia, begitupun bersamamu." Jawabnya lagi sambil menggenggam tanganku.
Deg.... perasaan yang sulit ku gambarkan benar-benar menyakitkanku seakan ada ribuan pisau yang menghujam jantungku secara bersamaan. Bagaimana bisa dia pria yang ku percaya menjawabnya dengan begitu mudah. Apakah sudah tidak ada aku lagi untuknya?
Hari-hari terus berlanjut dia yang sekarang membagi waktunya berusaha untuk tetap adil. Dan untukku hanya mampu menahan semuanya. Seakan mencari-cari langkah mana yang akan aku pilih. Monolog dengan diri sendiri seakan menjadi hal yang wajib ku lakukan.
"Tuhan jika boleh ku egois sekali saja apakah boleh aku menginginkan hatinya hanya untukku saja... iya untuk ku saja.... hanya aku. Bukankah Kau maha tau, Kau pasti sangat memahami ku hormon ibu hamil yang terkadang menginginkan perhatian lebih, itu yang tengah ku rasakan Tuhan." Kataku sambil terus bermonolog duduk ditepi ranjang menghadap jendela sambil terus mengelus perutku.
Bertahan atau pergi adalah kata yang selalu berputar di otakku, bergulat dengan perasaan sendiri. Siapakah di sini yang jahat aku yang ingin egois hanya menginginkan dia seutuhnya atau wanita itu yang dengan lancangnya telah hadir di hati suamiku.
Menangis sepertinya jadi kegiatan wajibku juga setiap hari, banyak hal yang telah berubah pada diriku sejak saat itu. Ingin berteriak atau berkeluh kesah tapi harus kemana aku tak punya siapa-siapa. Seluruh keluargaku tinggal jauh dariku.
Beruntunglah mereka yang selalu ditemani pasangan saat kontrol kandungan. Lagi-lagi aku merasa sepi ditengah keramaian. Hari ini aku berniat mengunjungi sahabatku, menceritakan apa-apa saja yang telah ku alami. Namun sebelum itu aku berniat memeriksa kandunganku terlebih dahulu.
"Nyonya Park." Panggil salah satu suster sambil memintaku masuk ke salah satu ruangan. Ku berikan senyumku sebagai ucapan terima kasih padanya.
"Selamat Pagi dokter." Sapaku kepada dokter cantik meski sudah paruh baya.
"Selamat pagi nyonya, silahkan tiduran di brankar." Katanya dengan ramah.
Setelah menurutinya, dia mulai menaikan bajuku dan memeriksa perutku dengan cukup telaten.
"Baiklah sudah semua pemeriksaanya Nyonya. Ku sarankan anda jangan banyak pikiran ya karena itu akan sangat berpengaruh pada kandungan anda. Aku akan menyiapkan beberapa vitamin untuk kau minum." Tambahnya lagi.
"Baiklah dokter. Terima kasih." Ucapku sambil tersenyum setelah itu meninggalkan ruangan sang dokter.
Setelah pemeriksaan ku arahkan langkahku menuju kediaman salah satu sahabatku. Pasca menikah aku memang jarang menemuinya karena aku harus mengurus suamiku. Mengingat lagi pesan dokter membuatku bertekad untuk menjaga malaikat kecilku dan sebisa mungkin mengabaikan kenyataan pahit hidupku.
Saatku tiba di Apartment sahabatku, aku melihatnya sedang kerepotan membawa belanjaan. Tak pikir panjang aku langsung menghampirinya.
"Hai Soya." Sapaku, yang punya namapun menoleh padaku.
"Astaga, lihat siapa yang datang. Ku kira kau sudah lupa denganku. Kebetulan sekali Luhan juga akan kesini. Ayo kita masuk dulu di luar sangat dingin." Katanya sambil menuntunku masuk ke apartmennya.
"Tumben sekali, kenapa wajahmu sangat pucat. Kau ada masalah? ingat aku sahabatmu, berbagilah denganku." Tambahnya lagi sambil membereskan barang belanjaannya.
Ting... tong... ting ... tong... suara bel unit Soya pun berbunyi yang sudah dapat dipastikan bahwa Luhan lah yang datang. Langsung saja ku buka kan dan benar saja Luhan yang ceria pun menyambut dengan bahagia.
"Woah siapa ini? Hello Luhan datang." Katanya teriak dan masuk sambil merangkulku.
"Yakk Xi Luhan!, suaramu benar-benar memcahkan gendang telingaku." Teriak Soya tak kalah keras.
"Sudahlah kau tak malu dengan tetanggamu haha. Lihatlah siapa yang datang kesini, Woah Baek aku merindukanmu sungguh, wah... wah... wah apa sekarang saatnya reuni. Kenapa kau tidak menyiapkan kue, pesta, musik dan lainnya sih Soya." Katanya dengan wajah polosnya.
"Astaga kau benar-benar Luhan bicaramu tidak di rem. Baek sungguh ceritakan ada apa sebenarnya kenapa tiba-tiba kau datang dengan wajah pucatmu. Sungguh Baek ceritalah pada kami." Katanya sambil berjalan dan ikut duduk di kursi makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive My Mistakes [CHANBAEK] [GS] VER. ✔
FanfictionEND Complete Story Sepasang kekasih harus merasakan perpisahan namun tidak untuk hati keduanya yang masih terus terhubung ditambah kehadiran anak mereka membuat keduanya semakin enggan untuk beranjak memulai kehidupan yang baru. Namun apakah mereka...