"Halo mbok, ini Zira." Ucap Zira pada mbok Sisil yang berada di seberng telepon.
"Non Zira kemana aja? Ini temen-temen non terus maksa pengen ketemu non. Mbok harus gimana non?" Tanya mbok Sisil terdengar sedikit berbisik karena khawatir bila teman-teman Boby dan Zira mendengar nya.
"Mbok bilang aja sama mereka kalau Zira nya lagi butuh istirahat. Gitu aja." Balas Zira.
"Beneran mereka bakal percaya? Kalau masih kekeuh maksa masuk ke rumah gimana?" Tanya mbok Sisil yang murah kebingungan. "Non Zira ayok lah pulang. Non masih dimana sih? Kata nya sebentar."
"Iya mbok, mereka pasti percaya kok, beneran deh." Zira berusaha menenangkan meski dirinya pun tidak yakin dengan apa yang telah ia katakan. "Ini bentar lagi juga aku pulang."
"Ya udah, non hati-hati ya."
"Iya mbok." Zira mematikan sambungan telepon dan mengembalikan ponsel yang ia pakai pada Boby. "Makaaassiii."
"Hm." Hanya itu yang keluar dari mulut Boby.
Tiba-tiba hening selama beberapa saat hingga akhirnya ringisan dari mulut Zira membuat Boby menoleh. Cowok itu tidak tega melihat luka yang ada di lutut Zira. Ini juga karena ulah Boby yang terus saja mengejar cewek itu hingga menimbulkan luka.
"Boby, mau kemana?" Tanya Zira saat Boby melangkah pergi. Ia memanyunkan bibirnya karena cowok itu tidak kunjung menjawab dan Zira hanya memilih diam sembari duduk santai di atas paving blok, tepat di dekat motor Boby yang tadi terparkir di depan rumah sakit.
Tak lama, Boby kembali dengan membawa tisu, obat merah juga sebotol air mineral. Senyum Zira mengembangkan saat itu juga.
"Habis kemana?" Tanya Zira setelah Boby duduk di samping nya. "Lo ngapain repot-repot beliin gue obat sama air?"
"Diem." Seakan tidak perduli, Boby sibuk membuka obat merah, lalu dengan perlahan ia teteskan pada luka yang ada di lutut Zira.
"Awshhh..." Zira terperanjat ketika merasakan perih di luka tersebut. Spontan Boby langsung meniup nya sembari menekan lembut lutut Zira menggunakan tisu.
Cup.
Boby terpaku saat Zira tiba-tiba mengecup keningnya. Boby mendongak menatap Zira, dan Zira pun menunduk menatap Boby. Tatapan mereka bertemu hingga beberapa menit. Setelahnya mereka saling melempar pandangan ke arah lain.
"Harusnya lo sih yang cium gue, kan gue yang sakit. Biar sembuh gitu loh, Bob." Ucap Zira sedikit merayu Boby.
Sangat Boby ingin berbicara, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia merogoh saku celana lalu membaca nama yang tertera di layar ponsel. Ternyata Zidan yang menghubungi nya.
"Halo Bob! Lo dimana sih brother? Kita cari lo kemana-mana tapi gak ada. Apa lo lagi di alam baka?" Rentetan pertanyaan itu keluar dari Zidan.
"Sembarang lo." Terdengar suara Reza di seberang telepon.
"Gak usah cari gue. Kalian balik aja." Tanpa ada basa-basi apapun lagi, Boby langsung memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
"Boby, lo balik aja gapapa kok. Gue bisa pulang sendiri." Ucap Zira.
"Oke." Singkat, padat, dan menyakitkan. Bukan itu yang Zira mau dari jawaban Boby. Namun yang lainnya.
"Dadahh Boby." Dengan perasaan kecewa, Zira tersenyum dan melambaikan tangan saat Boby sudah ingin melajukan motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boby Boys [On Going]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA SOBAT] Kalian orang2 baik💘 _____ Semesta yang misterius telah mendekatkanku dengan seseorang yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Dan seharusnya aku bersyukur atas kejutan itu. Hanya dengan hadirnya kamu, aku mengerti...