Jangan lupa pencet ⭐ dan spam 💬 yukk
Di ruangan yang begitu gelap, di bawah remang-remang cahaya yang berasal dari celah atap, Zira sedang menangis di kursi kayu dengan keadaan tangan dan kaki yang masih terikat dan mata yang masih tertutup kain. Sudah lebih dari dua jam ia berteriak meminta tolong, namun sampai saat ini tidak ada satu orang pun yang datang untuk menolongnya, bahkan sekarang tenggorokan Zira rasanya sakit akibat berteriak terus-menerus.
"Tolooong..." kini suara Zira mulai melemah dan serak. "H-haus... Haus..."
Cekrek
Zira mampu mendengar suara pintu dan langkah kaki yang mulai mendekatinya, namun ia hanya bisa terdiam bersandar kelelahan di kursi dan juga tidak mengeluarkan sepatah kata pun seperti sebelumnya.
"Nih minum." Seorang laki-laki menyodorkan sebotol air putih pada Zira. kali ini Zira mampu mengenali suara yang tak asing baginya, namun karena cahaya yang kurang jadi wajah laki-laki itu tidak nampak jelas.
"Bryan? Gue gak mungkin salah denger, itu pasti lo kan Bryan? Jawab Gue!" sarkas Zira.
"Gue bukan Bryan, dan gue gak kenal siapa dia. Mungkin suara gue aja yang sama."
"Gue pengen pulang. Siapa pun lo, tolong lepasin gue." Mohon Zira dengan suara serak dan pelan.
"Cepet minum, terus lo makan. Gue gak akan biarin lo mati kelaparan di sini." Orang itu sedikit melempar sebungkus nasi dan sebotol air putih tadi pada pangkuan Zira.
"Biarin aja gue mati, itu kan yang lo mau? Gue gak butuh semua ini!" Zira menggoyangkan kedua kaki nya hingga sebungkus nasi dan botol itu terjatuh dari pangkuan nya. "Gue cuman pengen pulang."
Laki-laki itu mengambil sebotol air yang barusan terjatuh. "Gue tau lo haus. Tadi gue denger lo ngomong haus, jadi cepet minum sebelum temen gue datang."
"Gak mau." Zira memalingkan wajahnya kesamping.
"MINUM!" Bentak laki-laki itu membuat Zira tersentak kaget. "Buka mulut lo."
Terpaksa Zira pun membuka mulut dan membiarkan laki-laki itu membantu nya untuk minum karena tangan Zira masih dalam keadaan terikat. Setelah selesai, laki-laki itu menutup botol dan kembali menaruhnya di atas pangkuan Zira.
"Takut nanti haus lagi, lo bisa minum itu." Laki-laki itu berjalan pergi keluar dari ruangan gelap itu.
Zira kembali menangis saat menyadari laki-laki itu sudah tidak lagi di dekatnya. Entah harus bagaimana dan dengan cara apa ia bisa kabur dari sana. Zira berharap ada yang menolongnya sebelum orang pertama membakar bangunan itu. Ia tidak ingin mati, ia ingin pulang.
"Boby, tolongin gue, gue pengen pulang." Zira terisak dalam tangisnya. "M-mama, Zira pengen ketemu dan peluk mama. Tolong Zira ma."
Tiba-tiba Zira merasakan pusing seperti biasanya. Kali ini benar-benar terasa sakit, karena seharian ini Zira belum sempat meminum obat pereda nyeri. Kepala nya seperti ditusuk oleh belati tajam, sangat sakit.
"Aww... Sshh s-sakit," lirih Zira. "Gue harus bisa keluar dari sini,"
Zira menggerakkan tangan nya yang berada di belakang, berharap tali yang mengikatnya agar bisa terlepas dan juga memberontak dari kursi itu. Tapi sepertinya nihil, tenaga Zira semakin melemah akibat rasa pusing yang di derita nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boby Boys [On Going]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA SOBAT] Kalian orang2 baik💘 _____ Semesta yang misterius telah mendekatkanku dengan seseorang yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Dan seharusnya aku bersyukur atas kejutan itu. Hanya dengan hadirnya kamu, aku mengerti...