Pagi ini, Gael dan Luna baru saja sampai di depan rumah Zira untuk mengajak pemilik rumah berangkat sekolah bersama. Gael dan Luna sedikit heran karena rumah itu terlihat gelap dari luar.
"Gelap banget ya, Lun? Tumben banget." Ucap Gael yang sedang berdiri berdampingan bersama Luna di depan pintu rumah.
"Iya, tumben banget."
Gael coba membunyikan bel rumah, namun tidak ada yang membuka pintu. Ia terus menekan bel hingga beberapa kali pun, hasilnya tetap sama. Tidak ada yang menyahut atau pun membukakan pintu.
Di sisi lain, Zira sedang merebahkan dirinya di atas kasur di temani mbok Sisil yang sama-sama mendengar bel rumah.
"Mbok, jangan di bukain ya. Mbok diem aja di sini." Ucap Zira pelan. Ia hanya tidak ingin orang yang datang ke rumah nya mengetahui luka yang ada di wajahnya.
"Tapi non–"
"Mbok... Udah ya, ikutin aja apa kata aku." Potong Zira memohon.
"Non gak akan masuk sekolah kan?" Tanya mbok Sisil dengan khawatir. "Mending gak usah deh ya, non lebih baik istirahat di rumah."
"Ya makanya itu, mbok jangan turun ke bawah. Di sini aja udah."
Karena tidak mendapat respons apa-apa, Luna berniat mengirimi Zira pesan, namun juga tidak ada balasan. Akhirnya Luna mencoba menghubungi Zira, dan ponselnya tidak aktif.
"Masuk aja gimana, Ga?" Tanya Luna. "Hp nya gak aktif. Pesan juga gak di bales-bales."
"Ya udah ayok." Gael mencoba membuka pintu, tapi dikunci dari dalam. Ia menepuk jidatnya. "Kan kita gak punya kunci nya, Luna."
"Oh iya, lo kok bego sih, Ga."
"Anjir, malah ngebegoin gue lagi. Untung lo sahabat gue yang paling cantik se kompleks, jadi gue gak jadi maki-maki lo." Ucap Gael membuat Luna mengurungkan niat untuk tersenyum karena ucapan Gael. Cewek itu memukul pelan bahu Gael.
"Serius ah, ini gimana? Nanti kesiangan gue kalau di sini terus."
"Kita coba panggil orang nya." Gael mengambil ancang-ancang ingin berteriak. "RAAAA LO ADA DI DALAM GAK? APA LO BELUM BANGUN? UDAH MAU SIANG INI."
Setelah berteriak, Gael dan Luna sama-sama menunggu jawaban, namun sama seperti sebelumnya.
"Udah berangkat kali ya?" Tanya Luna pada Gael.
"Lah mana saya tau, saya kan ikan."
"Iya lo ikan. Gue salah udah nanya sama ikan." Terlalu malas, Luna berjalan ke arah mobil Gael membuat cowok itu terkekeh pelan.
"Luna, tunggu dih." Gael pun segera menyusulnya ke mobil.
Setelah suara mobil itu terdengar menjauh, Zira bangkit dan mengintip di jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Sebenarnya ia tidak tega melakukan ini, tapi mau bagaimana lagi. Zira hanya tidak mau orang-orang melihat kondisinya yang sedang berantakan seperti sekarang ini.
Maaf ya, Lun, Ga, gue gak ngasih tau kalian. Batin Zira dengan pilu.
"Mbok, tolong buat surat izin terus kirim ke sekolah aku ya."
★★★
Boby memarkirkan motornya di tempat parkir sekolah. Setelah turun dari motor, Boby menghirup udara bebas karena nenek nya tidak meminta agar ia berangkat ke sekolah bersama Zira. Si pengganggu yang selalu membuat hidupnya tidak tenang.
Baru saja ingin melangkahkan kaki, suara motor menghentikan langkah Boby. Ia pun menoleh dan mendapati Irfan, Reza, Zidan dan Nauval baru saja memarkirkan motornya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Boby Boys [On Going]
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA SOBAT] Kalian orang2 baik💘 _____ Semesta yang misterius telah mendekatkanku dengan seseorang yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Dan seharusnya aku bersyukur atas kejutan itu. Hanya dengan hadirnya kamu, aku mengerti...