43(Bersaudara?)

48 33 152
                                    

Siang ini, masih dengan ruangan yang serba putih, ditemani keheningan selalu setia menemani tidur Zira. Ia membuka mata setelah tertidur semalaman.

"Non," mbok Sisil memanggilnya dari samping. "Non Zira udah bangun?"

Zira berusaha melihat sosok yang belum sempat ia lihat dengan jelas.

"Mbok?" Zira terbangun, lalu menyandarkan punggungnya di sandaran brankar dibantu oleh mbok Sisil. "Mbok sejak kapan ada di sini? Terus ayah mana?"

"Ayah non dari semalem pergi keluar, makanya minta mbok buat jagain non Zira di sini. Tapi beliau gak bilang pergi kemana nya."

"Oh gitu,"

"Non Zira mau minum?" tawar mbok Sisil yang langsung di angguki Zira. Beliau mengambil segelas air putih yang ada di atas nakas, lalu menyodorkan nya pada Zira.

"Makasih mbok." Zira mulai meminum air itu, namun hanya sedikit. Karena setelahnya ia menyerahkan kembali gelas itu kepada mbok Sisil. "Mbok,"

Zira menahan mbok Sisil yang ingin menaruh gelas.

"Mbok tetep jagain aku ya di sini, sampai aku sembuh, atau sampai mama sama kak Ezra pulang deh. Mau kan mbok?" pinta Zira.

"Tanpa non minta pun, mbok akan jagain non Zira di sini. Karena mbok sudah anggap non itu anak mbok sendiri. Dan, semoga non Zira bisa cepet sembuh ya." Mbok Sisil tersenyum, seraya mengusap lengan Zira.

Semoga. Aku juga pengen nya sembuh mbok, tapi aku gak tau tuhan akan ngasih aku kejutan apa. Batin Zira.

"Semoga." Zira pun ikut tersenyum.

Di sisi lain, Reygan berjalan mengurusi koridor rumah sakit bersama seorang cewek cantik, yang tak lain adalah Meisya. Cewek itu dibuat bingung saat papah nya berhenti di sebuah ruangan yang tak asing baginya.

Ini 'kan ruangan Zira di rawat. Papah kenapa bawa gue ke sini ya? Batin Meisya.

"Pah, kita ngapain ke ruangan ini?" Meisya menahan papahnya yang ingin membuka pintu ruangan itu.

"Udah kita masuk aja, nanti juga kamu tau sayang." Reygan menarik lengan Meisya masuk kedalam ruangan itu.

Ceklek.

Zira dan mbok Sisil menoleh bersamaan ke arah pintu yang terbuka. Zira di buat senang sekaligus bingung saat ayah nya datang bersama Meisya. Mbok Sisil pun ikut terkejut saat melihat Reygan berada di hadapan nya.

Ayah kok bisa sama Meisya? Batin Zira.

"Hai Zira," sapa Reygan. "Gimana keadaan kamu sekarang? Lebih baik?"

"Aku baik kok, yah."

Yah? Ayah maksudnya? Batin Meisya.

"Mbok Sisil, kamu jagain anak saya dengan baik kan?" Tanya Reygan pada mbok Sisil.

"I-iya tuan. Zira akan baik-baik saja dengan saya."

"Ayah, kok Meisya bisa sama ayah? Kalian kenal?" Tanya Zira membuat Reygan terkejut senang.

"Oh kamu udah kenal sama Meisya?" Tanya Reygan membuat Zira mengangguk. "Kalau gitu, Meisya ini kakak kamu, Zira."

"Pah, jadi... Aku sama Zira bersaudara?" Tanya Meisya tidak percaya. Sebenarnya, ini adalah kenyataan yang sangat menyebalkan bagi nya.

"Iya, sayang. Zira ini anak ayah juga, jadi kalian bersaudara." Reygan merangkul Meisya agar lebih dekat dengan nya. "Semoga kalian bisa jadi saudara yang akur ya."

Gak! Gak mungkin ini bisa terjadi. Kenapa coba gue harus jadi saudara tiri nya dia? Argh, gue benci dia. Batin Meisya.

"Ayok, kalian saling berpelukan." Titah Reygan pada Meisya. Cewek itu pun yang awalnya enggan, terpaksa memberikan senyuman seraya mendekati Zira, lalu memeluk saudara nya. Regyan tersenyum bahagia melihat itu.

Boby Boys [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang