Mengayuh sepedanya dengan cepat. Pikiran Radesta tidak tenang setiap kali ia akan pulang kerumah. Yang menyambutnya pulang kerumah bukanlah peluk hangat ayah atau kecupan kening dari ibu. Tapi sebuah pertengkaran hebat yang tiada akhir.
Radesta selalu berusaha membawa pulang Radista di jam malam, bukan apa. karena jika keduanya pulang di jam sore, maka Radesta dan Radista akan melihat ayah dan ibunya yang sedang bertengkar kembali.
Sejak ayah di pecat dari perusahaan, ibu menjadi sensitif Apalagi ayah sedang menganggur sekarang. Ibu lah yang harus banting tulang mencari uang. Jika hari libur pun Radesta akan membantu dengan menjadi penjaga warnet. Meski upahnya tak seberapa Radesta tak masalah yang penting ia dan Radista masih bisa makan.
"Mas Radesta!" Sura cempreng milik Radista itu terdengar oleh Radesta yang jaraknya masih jauh dengan sekolah Radista.
"Gimana sekolahnya seru gak? Mau di beliin apa sama mas Radesta kalau nanti pulang kerja?" tanya Radesta yang kini tengah mengayuh sepedanya untuk pulang ke rumah.
"Radista gak mau apa-apa mas. Mau di ajarin matematik aja sama mas Radesta nanti."
"Kalau gitu, gimana kalau nanti mas Radesta gajian kita beli buku matematik baru buat Radista belajar?" tanya Radesta dengan senyum merekah.
"Boleh mas!" jawab Radista semangat.
Angin sepoi-sepoi menemani keduanya bersepeda menuju rumah. Tidak ada lagi obrolan setelah nya yang terdengar hanya ocehan Radista menghapal perkalian. Jika salah maka Radesta tidak akan membelikan nya ice cream.
Radesta memarkirkan sepedanya itu di pinggir rumah sederhana yang baru mereka tinggali saat bulan lalu ayah di pecat.
"Bukannya kita udah sepakat kalau Radesta kamu yang bawa mas. Dan Radista aku yang bawa!"
"Kamu pikir kamu bisa bawa Radista? Radesta dan Radista akan tetap ikut dengan aku!"
"Kamu mau kasih makan apa mereka? Batu bata? Pasir? Sekarang aja kamu hidup dari hasil keringat aku, dan kamu mau bawa Radesta sama Radista ? Yo mikir dong mas mau dikasih makan apa mereka nanti." Ibu tertawa, dan hal itu membuat emosi ayah semakin membludak.
"Gak ada hormatnya ya kamu sama suami?!" Ayah menampar ibu.
"Kamu berani tampar aku mas? Kamu pikir kamu pantas di sebut sebagai suami? Kamu pikir aku bahagia hidup sama kamu selama ini. Aku mau cerai pokoknya."
Radesta yang sedari tadi diam di depan pintu mendengar semua teriakan dan pertengkaran itu. Radista menangis di dalam pelukannya. Saat ayah dan ibu sudah tidak bertengkar lagi, barulah Radesta masuk.
Ia bawa Radista yang sudah terlelap tidur ke kamarnya. Lalu terdengar suara ketukan pintu dari luar. Itu ibu yang memanggil dan menyuruh Radesta untuk segera ke ruang tamu.
"Radesta, dengar ini. Ayah dan ibu sudah memutuskan untuk bercerai, kita sudah tidak satu tujuan lagi. Dan kamu sama Radista akan ikut ayah. Kamu bisa jaga dia kan?" Tanya ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radesta Diary ✔
Fanfic(COMPLETED) ✔ 22/02/2022 🦋 Buku pertama Trilogi Dunia Radesta 🦋 Laki-laki bernama Radesta Adimerta harus berjuang sendirian untuk menghidupi adik perempuannya yang masih kecil. Perceraian kedua orangtua, membuat Radesta harus hidup mandiri. Kera...