• Radesta : ke tiga, luka kita •

881 171 4
                                    

⚠ peringatan, semua adegan kekerasan dan umpatan yang ada di dalam cerita tidak untuk di tiru ⚠

⚠ peringatan, semua adegan kekerasan dan umpatan yang ada di dalam cerita tidak untuk di tiru ⚠

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas Radesta, pulang sekolah nanti Radista gak usah di jemput ya."

"Kenapa? Radista mau main dulu sama temen Radista?"

"Iya mas. Nanti mas Radesta langsung ke warung uda Tio aja."

"Yaudah, nanti pulang ke rumah nya hati-hati oke!"

Kini sepeda Radesta telah sampai di gerbang sekolah Radista. Setelah mengantarkan Radista ke sekolah, Radesta langsung mengayuh sepedanya lagi untuk sampai ke sekolahnya. Jakarta terlihat sangat cerah, rasa semangat Radesta mulai muncul.

"Radesta, jangan lupa nanti pulang sekolah kumpul dulu di warkop mang Ibo!" Ucap Ilyas yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat Radesta. Keduanya mengayuh sepeda bersamaan.

"Emang mau ada apa di warkop mang Ibo?" Tanya Radesta heran.

"Katanya sih mau di traktir jajan mie sama extrajos sama pak Nurdin." Jawab Ilyas.

"Yang bener kalau ngasih informasi itu Ilyas."

"Ih bener, ngapain juga bohong." Jawab Ilyas lagi.

Keduanya sudah masuk melewati gerbang sekolah. Banyak juga anak-anak yang di antar oleh kedua orang tuanya. Radesta iri melihat itu semua. Namun apa boleh buat, Radesta tidak bisa memutar kembali waktu.

Jam awal belajar, di isi oleh pelajaran matematik kegemaran Radesta. Radesta selalu mendapat pujian atas apa yang ia perbuat. Radesta di kenal sebagai anak yang mandiri dan pintar. Tak heran kalau anak dari kelas lain pun kagum terhadap sosoknya.

Namun berbeda dengan Dito. Anak kelas sebrang yang amat tidak suka terhadap Mahesa, karena waktu itu Dito kalah di perlobaan Matematik yang lawannya adalah Radesta. Terkadang Radesta mendapat caci makian juga dari anak-anak yang iri terhadapnya.

"Heh Radesta, jadi anak tukang judi kok bangga?" ucap salah satu anak.

"Ibu nya juga gak sayang sama dia. Makannya dia sama adiknya di tinggal." Anak yang lain menimpali.

"Lagian siapa yang mau urus anak kaya Radesta sih. Ibu nya aja matre."

Radesta sudah mengambil ancang-ancang untuk memberi pelajaran pada anak-anak yang mencaci maki dirinya. Namun Ilyas malah menahan Radesta untuk tidak melakukan itu.

"Udah Radesta, gak usah di ladenin. Nanti mereka malah ke asikan." Ucap Ilyas.

"Tapi gue gak terima di caci kaya gitu Yas."

"Gue tahu. Tapi dengan lo lawan mereka, lo akan dapat masalah Radesta."

Radesta mengerti maksud Ilyas, namun amarahnya semakin tak tertahankan saat seorang anak membawa bendera putih bertuliskan anak pembawa sial di hadapan Radesta. Radesta tidak dapat menahan emosinya lagi.

Radesta Diary ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang