Cuaca malam ini tampak begitu bagus dan sepertinya akan cocok untuk sekedar minum alkhohol. Lagipula Alea sudah tidur sejak tadi. Jadi Lia menyuruh Jeno dan Haechan untuk datang ke rumahnya. Kalila sudah menyiapkan bir juga beberapa makanan di ruang tengah.
"Kenapa, Li?"
"Ale sakit?"
Tanya Jeno dan Haechan begitu mereka tiba di rumahnya. Wajar jika mereka bertanya seperti itu, karena ini sudah pukul 11 malam dan tiba-tiba Lia menelpon dan menyuruh mereka untuk segera datang ke rumahnya.
"Let's drunk and wasted!"
"Tiba-tiba banget?"
"Udah lama banget kan kita gak minum bareng? Besok juga gue libur." Jawab Lia.
"Kenapa dia juga diajak?" Tanya Jeno saat duduk di ruang tengah dan Kalila sudah ada di sana.
"Kenapa juga Kalila nggak di ajak?" Jawab Lia kemudian bergabung dengan ketiganya.
"Gue tuh jadi penasaran deh, Jen. Lo ada masalah apa sih sama Kalila? Jangan-jangan lo saling kenal ya dulu?" Tanya Haechan curiga.
"Darimana gue bisa kenal cewek bar-bar kaya gini?"
Kalila mengabaikan Jeno dan mulai minum birnya duluan, meladeni Jeno hanya akan membuatnya lelah.
"Terus kenapa lo kayak kemusuhan gitu sama Kalila?"
"Tau nih, Jeno. Padahal Kalila baik."
"Baik kata lo? Dia?" Jeno tertawa tidak percaya.
"Udah lah, kak. Cowok gak jelas kaya dia gak usah diladenin."
"Gak jelas kata lo?!"
"Udah, udah! Mending sekarang kita minum. Ayo, cheers!"
Kalila, Lia dan Haechan melakukan cheers sedangkan Jeno langsung meminum birnya dengan kesal. Entahlah rasanya Jeno terus merasa kesal jika berada di dekat Kalila.
Malam itu mereka banyak berbincang dan tertawa. Melupakan dunia sejenak. Melupakan semua rasa sakit yang dimiliki masing-masing.
"Jadi lo kesini buat nyari kakak lo?" Tanya Haechan.
Kalila mengangguk, "Kakak gue udah lama pergi ke Seoul, walaupun dia gak pernah berhenti ngirim uang tiap bulan tapi dia gak pernah ngasih kabar. Terus tiba-tiba dia juga berhenti ngirim uang."
"Kenapa nggak lo cari dari dulu?"
"Gue gak mau nyari dia."
"Kenapa?" Haechan menjadi orang yang paling penasaran dengan kisah Kalila.
"Semenjak dia mutusin buat ke Seoul gue udah benci sama dia, karena udah ninggalin gue berdua doang sama Ibu. Padahal waktu itu Ibu lagi sakit keras. Tapi, beberapa waktu lalu.. Ibu-" Kalila menunduk, raut wajahnya berubah menunjukkan kesedihan, "Ibu meninggal. Dan dia minta gue buat nyari kakak gue."
Semua orang di sana termasuk Jeno menatap Kalila dengan iba, "Sorry ya, Kal." Lia mengusap-usap pundak Kalila.
"Gak apa-apa, Kak. Hidup gue emang udah sekeras itu dari kecil." Kalila meneguk lagi birnya, ini sudah gelas ketiganya.
"Terus lo udah berusaha nyari kakak lo?"
Kalila menggeleng, "Gue asing sama Seoul. Gue gak tau harus gimana atau kemana?"
"Besok coba lo ke kantor polisi aja, Kal. Siapa tau mereka bisa bantu." Lia menyarankan, "Lagian besok gue libur, jadi Ale bisa sama gue."
"Bener, Kal. Pergi aja sama Jeno kalo lo gak tau dimana kantor polisi."
"Kenapa sama gue?" Jeno yang sedari tadi hanya diam akhirnya bersuara.
"Lia harus jaga Ale. Dan gue harus hibernasi. Jadi siapa lagi yang bisa nganter selain lo?"
"Lo gila ya?! Mana bisa gue pergi cuma berdua sama dia? Gue ogah."
Kalila berdecih, "Gue juga ogah. Lagian gue punya trauma kalo ke kantor polisi sama dia."
"Tapi lo gak bisa pergi sendiri, Kal. Lo aja gak tau kan dimana kantor polisinya?" Lia khawatir.
"Tenang aja, Kak. Gue bisa sendiri."
"Beneran?"
Kalila mengangguk.
"Gimana dong, Kal? Kakak Haechan yang ganteng ini mau anterin lo tapi kayaknya gue bakal hibernasi. Atau lo mau tungguin sampe kakak bangun?"
"Bacot! Hibernasi aja sana lo sampe ketemu Tuhan sekalian!"
Haechan dan Lia tertawa. Setelah itu mereka kembali berbincang sambil terus minum. Sampai tak terasa waktu sudah berlalu begitu cepat. Kalila sudah mulai mabuk, wajahnya memerah ia juga mulai berceloteh tidak jelas. Haechan beda lagi, walaupun banyak minum ia tidak sampai mabuk, Haechan memang kuat minum. Jeno memang hanya meneguk satu gelas saja diawal, ia tidak terlalu suka minum. Sedangkan Lia sudah setengah mabuk.
"Aaaaaaaaa. Gue seneng balik lagi kerja, tapi ternyata secapek ini ya?" Lia menghela nafas panjang, "Tapi gue harus bertahan buat masa depan Ale, iya kan?"
Lia hendak meneguk kembali birnya namun dengan cepat Jeno dan Haechan menahannya, "Lo udah terlalu banyak minum, Li."
"Ahhh~ Kenapa? Besok kan gue libur juga."
"Lo udah mabuk. Gue anterin ke kamar ya?"
Tanpa menunggu jawaban Lia, Jeno langsung membawa Lia ke kamarnya. Haechan menjatuhkan kepalanya di meja, ia tidak mabuk hanya saja ia terlalu mengantuk.
Kalila yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka ikut menjatuhkan kepalanya di meja. Ia merasa sedih sekaligus iri, Lia benar-benar beruntung ia dikelilingi oleh 2 lelaki yang sangat menyayanginya. Lia tidak perlu merasa takut atau merasa kesepian, seperti dirinya.
Bahkan saat ini tidak ada yang peduli Kalila sudah mabuk dan kedinginan, "Ayolah Kalila lo udah biasa sendiri gak perlu ngerasa sedih, hmm?" Celotehnya sebelum ia benar-benar tidak sadarkan diri dan pergi ke alam mimpi.
Padahal Kalila tidak tahu saja jika setelah ia tertidur ada seseorang yang menatapnya lumayan lama kemudian menyelimutinya agar ia tidak merasa kedinginan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Your Home (✓)
RomanceApa arti rumah yang sebenarnya? Jeno tidak tahu. Dulu Jeno mempunyai 'rumah' yang begitu hangat yang hanya diisi oleh kebahagiaan dan tawa. Namun rumah itu hilang dalam sekejap. Menghancurkan hatinya bahkan dunianya kini tidak seindah dulu. Jeno keh...