Apa arti rumah yang sebenarnya?
Jeno tidak tahu.
Dulu Jeno mempunyai 'rumah' yang begitu hangat yang hanya diisi oleh kebahagiaan dan tawa.
Namun rumah itu hilang dalam sekejap. Menghancurkan hatinya bahkan dunianya kini tidak seindah dulu.
Jeno keh...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tadi pagi Jeno terlambat masuk kerja. Semalaman ia tidak bisa tidur karena merasa bersalah. Jadinya ia tidak ke rumah Lia saat pagi hari, namun itu justru membuat Lia lebih kesal. Haechan sempat mengirimkan pesan ke ponselnya, katanya Lia kesal karena Jeno tidak mau datang karena di suruh minta maaf olehnya.
Karena kerja pun Jeno tidak fokus, akhirnya saat jam istirahat Jeno memutuskan untuk ke rumah Lia menemui Kalila.
"Ngapain lo kesini?" Tanya Kalila. Padahal tadi ia sedang tertawa bersama Ale, namun ekspresinya berubah saat melihat Jeno.
"Gue.. mau ketemu Ale."
Kemudian gadis itu meninggalkan Ale pada Jeno dan masuk ke kamarnya.
Kemudian ia berjalan ke kamar Kalila. Namun setelah berada di depan pintunya ia terdiam sejenak, gue harus ngomong apa? Batinnya.
Beberapa kali tangannya terulur hendak mengetuk pintu namun kembali ia urungkan. Sampai akhirnya Kalila lebih dulu membuka pintu dari dalam. Kalila terkejut. Begitupun Jeno. Keduanya bertatapan selama beberapa detik, "Lo dari tadi disitu?"
"Ng-nggak. Gue baru mau ngasih tau lo, tadi Ale nanyain lo."
Kalila kembali mengabaikan Jeno, dan menghampiri Alea. Jeno mengikuti dari belakang dengan bibir yang cemberut.
"Ale, laper ya? Lala bawain makanan ya buat Ale."
"Tatatatatata!"
"Gue juga gue juga." Jeno ikut berceloteh seperti Alea.
Kalila menatap Jeno masih dengan tatapan tidak sukanya, "Gue juga laper." Cicitnya, "Ini jam istirahat gue. Harusnya gue makan di kantor tapi gue malah kesini."
"Ada yang nyuruh lo kesini?"
Jeno menggelengkan kepalanya.
"Gue sibuk. Kalo mau makan bikin sendiri."
Bibir Jeno kembali mengerucut. Dengan langkah malas ia berjalan mengikuti Kalila ke dapur.
Kalila menyiapkan makanan untuk Alea dengan sangat cepat. Meninggalkan Jeno sendirian di dapur, ia memasak mie karena hanya itu satu-satunya makanan yang cepat untuk di makan.
Sembari menunggu mie nya matang, Jeno memotong-motong kimchi dengan pisau, mie tanpa kimchi itu bagai jomblo tanpa pasangan.
Namun karena ia jarang sekali berada di dapur, ia tidak sengaja mengiris jarinya.
Ia meringis kesakitan. Tanpa terduga Kalila langsung menghampiri Jeno dan menarik tangannya. Ia bahkan menghisap darah yang keluar dari jari Jeno.
Jeno hanya bisa terdiam menatap Kalila sambil mengedip-ngedipkan matanya. Tidak menduga gadis itu akan melakukan hal itu padanya.
"Lo gak apa-apa?" Tanyanya sedikit panik, "Harusnya lo hati-hati. Bisa-bisanya lo ngiris jari lo. Untung lukanya cuma sedikit, kalo gede gimana? Lo bakal kehilangan banyak darah. Harusnya lo minta bantuin gue kalo nggak bisa-"
Kalila baru tersadar dengan situasi saat ini. Ia menatap Jeno yang juga sedang menatapnya.
Buru-buru ia melepaskan tangan Jeno yang sedari tadi ia pegang. Namun dengan cepat Jeno kembali meraihnya.
"Soal kemarin malem.. maaf."
Giliran Kalila yang mengedip-ngedipkan matanya. Rasanya baru saat ini Jeno berbicara dengan jarak yang sangat dekat dengannya, apalagi dengan nada yang lembut.
"Gue cuma bercanda doang. Lo tau kan gue emang suka jahilin lo. Jadi gue harap lo gak masukin hati apa yang gue omongin kemaren. Lo mau kan maafin gue?"
Dadanya berdegup lebih kencang saat Jeno menatapnya dalam. Buru-buru ia menepis tangan Jeno sebelum lelaki itu bisa mendengar degup jantungnya, "Udah gue lupain!"
"Beneran? Lo udah maafin gue?"
"Iya! Udah gak usah banyak tingkah! Cepet makan mie lo terus pergi."
Kurva di bibir Jeno otomatis mengembang sampai matanya menghilang. Ia kemudian mematikan kompor dan memakan mie nya dengan perasaan senang.
"Lala! Melah." Alea langsung menujuk pipi Kalila begitu gadis itu kembali menghampirinya.
"Hng?" Kalila memegang pipinya dan tanpa alasan yang jelas ia merasa sangat kegerahan.
Gue kenapa? Jantung gue deg-degan, gue juga agak panas. Apa gue.. sakit jantung?
"Lo cantik." Ujar Jeno tiba-tiba di meja makan.
"Hng?"
"Lo cantik. Dan rambut lo bagus, Kalila."
Kalila kembali terdiam. Untuk pertama kalinya Jeno memanggil namanya. Selama ini ia selalu memanggil Kalila, si baby sitter atau si cewek bar-bar.
"Yah seenggaknya rambut lo bagus. Lo harus bersyukur karena mungkin kalo lo gak punya rambut-" Jeno tidak meneruskan kalimatnya kemudian menggeleng dengan wajah menyebalkan.
"Apa maksud ekspresi lo itu hah?!" Kalila langsung melempar bantal pada Jeno, "Maksud lo selain rambut gue yang lainnya gak bisa ke tolong gitu?!"
"Bukan gue yang bilang loh." Jeno menjulurkan lidahnya.
Cih dasar cowok kekanak-kanakan.
Jantung Kalila berdegup lebih normal sekarang, sebagai gantinya darahnya yang kini naik.
"Gue tarik lagi. Gue gak jadi maafin lo. Kecuali lo ganti rugi sama gue."
"Ganti rugi?"
Kalila mengangguk, "Karena udah bikin gue kesel lo harus ngajak gue jalan-jalan sama Ale."
"Gitu doang?"
"Nggak gitu doang. Lo juga harus nurutin semua mau gue hari itu."
Jeno sempat berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan, "Oke."
Kalila bersorak kegirangan, "Ale, nanti Jeje mau bawa kita jalan-jalan? Kamu seneng kan?"
Selama ini Kalila selalu ingin mengajak Ale main keluar, karena gadis kecil itu selalu di rumah atau paling tidak main dengan Aeera, putri Ryujin. Ia merasa bersalah karena Ale juga pasti merasa bosan, namun ia tidak bisa berbuat apapun karena ia belum mengenal Seoul dengan baik dan ia takut malah menyebabkan masalah karena tidak tahu apapun.
Kalila benar-benar sangat menantikan untuk jalan keluar bersama Ale, dan sopirnya (Re : Jeno).
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.