Apa arti rumah yang sebenarnya?
Jeno tidak tahu.
Dulu Jeno mempunyai 'rumah' yang begitu hangat yang hanya diisi oleh kebahagiaan dan tawa.
Namun rumah itu hilang dalam sekejap. Menghancurkan hatinya bahkan dunianya kini tidak seindah dulu.
Jeno keh...
Iya, hari ini nenek mengajak makan malam bersama. Jika hanya dengan nenek dan kakek mungkin Kalila tidak akan segugup ini, tapi ini merupakan makan malam besar. Dimana nanti akan ada paman Jeno, bibi Jeno, keponakan Jeno dan masih banyak lagi.
Bagaimana mungkin Kalila tidak gugup. Ini pertama kalinya Kalila menemui mereka. Dan jujur, sebenarnya karena masa lalunya, Kalila sedikit takut bertemu orang baru. Ia takut terhadap pandangan orang terhadapnya, ia takut orang-orang akan memandang dengan pandangan yang paling ia benci.
Jeno mengangkat tangan Kalila, kemudian mengecup telapak tangannya, "Gak usah gugup. Kan ada gue. Lagian mereka baik kok."
Kalila mengangguk sambil tersenyum.
Begitu masuk ke rumah nenek, sudah ada banyak orang di sana.
Beberapa diantaranya itu ada anak-anak nenek. Dan cucu nenek dari anaknya yang lain selain dari Ibunya Jeno.
Nenek langsung berhambur menyambut Kalila, "Astagaa. Perutnya udah semakin membesar ya?" Nenek menyapa hangat seperti biasanya.
"Iya nek. Akhir-akhir ini dia juga udah bisa nendang."
"Oh ya?"
Kalila mengangguk.
"Nenek jadi semakin tidak sabar untuk menunggunya lahir."
"Aku juga nek."
Nenek kemudian memperkenalkan Kalila pada semua orang yang ada di sana. Dan tidak seperti bayangan Kalila, ternyata keluarga Jeno menyambut Kalila dengan baik.
Setelah mengobrol sedikit, semuanya beralih ke meja makan. Nenek sudah menyewa chef terkenal untuk jamuan makan malam.
Dan makan malam pun berjalan begitu hangat. Dipenuhi oleh tawa dan canda. Beberapa bibi Jeno malah sangat memperhatikan Kalila.