Swastamita hari ini membawa wiyata untuk kita yang masih berpegang teguh pada ungkap harapan tak kunjung tersampaikan, dialog pada hamparan langit belum usai hingga jam telah menunjukkan angka menakjubkan atas pergantian hari yang aku sendiri tidak menyadarinya. Mengambil langkah berbeda di jalan setapak berbunga, senyuman itu menyatu oleh bias cahaya mentari senja yang ikut menemani kedua langkah yang kini tak seirama.
•••
Awan gelap menyelimuti sore hari, Gulf masih berdiri di depan gerbang sekolahnya menunggu Mew datang menjemput.
Dingin terasa menusuk kulit, sial sekali ia tidak membawa hoodienya pagi tadi.
Para siswa telah pulang dengan kendaraan serta jemputannya masing-masing, bahkan kedua temannya telah sejak tadi meninggalkan area sekolah.
Win sempat menawarkan tumpangan begitupun Phuwin, tetapi Gulf lebih memilih menunggu suaminya. Setidaknya ia harus menjadi anak penurut untuk beberapa waktu.
Tentunya agar Mew mau bermurah hati mengembalikan motornya, ehe.
Satu jam berlalu dan kini tetesan air hujan perlahan turun membasahi permukaan bumi, Gulf telah mencoba menelepon suaminya namun nihil.. pria itu tidak menjawab bahkan di panggilan ke-tujuhnya Mew menolaknya.
Kepalanya menengadah, mencoba memperkirakan seberapa besar rintik yang turun.
"Ponselku mati," cicitnya ketika benda persegi itu tidak mau hidup lagi.
Mungkin kehabisan daya.
Mew.. apakah pria itu melupakannya?
Harusnya tadi ia ikut saja pulang dengan kedua temannya, bukannya menunggu pria tua yang tidak jelas kapan kedatangannya.
Gulf meringis kala hujan semakin deras, ia hanya berteduh dibawah pos satpam yang kini telah kosong.
Gelap dan ketakutan.
"Gulf!"
Kepalanya mencari sumber suara yang memanggilnya keras, menyipitkan mata kala seseorang datang dengan berlari.
.
.
."Mew?"
Namtan mengernyitkan dahinya melihat sang kekasih berada di depan unit apartemennya, baju pria itu telah basah. Tidak semua.. tetapi cukup untuk membuatnya tampak kacau.
Diluar hujan sedang deras-derasnya.
"Masuk ayo." Namtan menarik lengan prianya, dan Mew hanya mengikuti kemanapun wanita itu pergi termasuk ketika Namtan membuatkan segelas teh di dapur.
"Hei, ada apa?"
Mew kini memeluk tubuh wanitanya erat, meninggalkan beberapa kecupan di bahu terbuka kekasihnya.
"Biarkan sebentar," pintanya memelas.
Dan Namtan membiarkan Mew membawa tubuhnya ke sofa lalu menciumnya ganas di segala sisi, bahkan pria itu kini hampir meng-eskpose setengah payudaranya.
"Nghh-" Namtan kewalahan, desahannya bersautan dengan suara hujan diluar sana.
Membuat Mew semakin kalap.
Mereka berbagi ciuman serta sentuhan disana-sini, kedua tubuh itu menyatu tanpa segan membuat sesuatu yang harusnya tidak terjadi kini telah habis tidak bersisa.
Mew menggerakkan pinggulnya keras menghantam titik manis kekasihnya yang kini semakin menjerit pasrah, nikmat tiada tara.
Ponsel itu berdering dengan nomor tidak dikenal, tanpa sengaja Mew yang berniat mematikan panggilan malah mengangkat telepon itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MewGulf : Blank Space ✓
FanficGulf Kanawut Traipipattanapong, adalah seorang pelajar Sekolah Menengah Atas. Namun di usianya yang baru menginjak angka 17 tahun ia harus mulai mengabdikan diri menjadi seorang istri dari pengusaha terkenal, Mew Suppasit Jongcheveevat. Tidak ada y...