53. Kita yang tak lagi bersama

7K 798 137
                                    

Di pisah oleh jarak, di tentang oleh waktu dan kembali dipersatukan lewat rindu meskipun tak pernah sampai ke tempat yang dituju.

•••

Semilir angin menerbangkan anak-anak rambutnya, hamparan luas rumput hijau terbentang nyata di depan sana. Bibirnya mengulas sebuah senyuman manis kala netranya menangkap pemandangan dua bayi kembar yang sedang berceloteh ria bersama sekeping biskuit dalam genggaman.

Setahun berlalu.

Setahun setelah perceraian dengan seseorang yang sampai saat ini masih menjadi pemilik hatinya, terkadang rindu itu muncul di kala sepi mendera suasana.

Malvee Jongcheveevat.

Naisy Jongcheveevat.

Kedua anak yang terlahir dari rahimnya, perjuangan demi membuat mereka hadir di dunia akhirnya terbayar sudah.

Gulf ingat bagaimana dulu kematian hampir menjemput raga, dikala detak jantung kian melemah hingga tim dokter yang kesulitan mengeluarkan bayi-bayi manisnya.

Dan ia berhasil membawa kehidupan baru.

Meskipun rahimnya harus diangkat tetapi itu semua sepadan dengan kehadiran Malvee dan Naisy.

"Gulf?"

Seorang lelaki memanggilnya, Gulf tersenyum menerima sodoran wadah penyimpanan air panas untuk membuat bubur kedua anaknya.

"Apakah disini tidak terlalu panas?" Tanya pria itu sembari membawa Malvee kedalam gendongannya.

Gulf menggeleng, "ini masih pagi dan matahari sangat baik untuk pertumbuhan mereka."

Mereka saling membalas senyum di susul teriakan seorang pria manis di seberang sana.

"Sarawat, aku menyuruhmu membawa Malvee dan bukannya menggoda ibu mereka!" Win berkacak pinggang dengan topi lebar menghiasi kepalanya.

Gulf tertawa, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi jika Sarawat benar-benar mengagumi paras seorang Gulf Kanawut.

Hanya sebatas mengagumi, karena hati pria itu telah menjadi milik anak kelinci yang sejak tadi memantau mereka ganas.

Tentunya hanya bercanda.

.
.
.

Di pesisir pantai seorang lelaki tengah terduduk diatas pasir putih sembari memandang sebuah foto, seorang anak remaja dengan seragam kelulusannya.

"Aku merindukanmu, sangat."

"Bagaimana kabar anak kita?" Lirihnya seiring dengan suara deburan ombak memecah suasana sepi menjelang sore.

Setiap malam.. rindunya semakin bertambah, ingin bertemu meskipun hanya melalui mimpi. Satu tahun telah berlalu tetapi ia tetap tidak terbiasa hidup tanpa melihat senyuman lelaki manisnya.

Selama ia diasingkan, tidak ada satupun yang memberi kabar mengenai mantan istri juga anak-anaknya. Bahkan sebelum bulan kelahiran si kembar.. ia hanya bisa menghitungnya dibalik sebuah kalender usang.

Satu coretan untuk satu bulan.

Dan ketika perhitungannya di rasa benar, Mew menangis memohon untuk memberikan kekuatan kepadanya yang tengah berjuang.

Berbekal keyakinan, malam itu matanya tidak bisa menutup hingga pagi menjelang.

Kedua tangan mengatup erat sembari merapalkan do'a, tentang lancarnya kelahiran dua permata berharga dalam hidupnya.

.
.
.

Phuwin membantu Gulf menyiapkan sarapan untuk kedua anaknya, hari masih terlalu pagi sebenarnya tetapi bayi-bayi itu telah terjaga sejak satu jam yang lalu.

MewGulf : Blank Space ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang