Ketika dihadapkan pada situasi mengerikan menguras airmata, maka jangan terlalu larut dalam kesedihan.
Balas dendam itu perlu bukan?
•••
Nuansa sendu dari sisa-sisa pertengkaran masih terasa, sebilah pisau seolah menancap sombong tepat di atas dada. Mengantarkan rasa nyeri meskipun telah satu malam terlewati.
Hening sejenak.
Berusaha mengumpulkan puing-puing dari memori menyakitkan tentang perselingkuhan juga ungkapan kasar mengenai masa depan tanpa harapan.
Gulf mengusap wajahnya kasar, melirik jam melingkar di pergelangan tangan.. masih jam 9 ternyata.
Cukup pagi bagi seorang pemabuk yang tengah kehilangan kontrol tubuh.
"Ternyata bukan mimpi," dengusnya hambar.
.
.
.Pintu rumah mewah itu terbuka lebar menampakkan susunan ruangan yang telah tertata rapi kembali, tentu saja dinding dan meja itu tidak meninggalkan bekas dari foto-foto yang diambil dan di abadikan selama tujuh tahun terakhir.
Seperti rumah kosong.
Kakinya terhenti ketika menatap Mew terlelap di atas sofa kesukaannya, menunduk lalu mematai setiap inci pahat sempurna dari wajah bak dewa.
Pandangannya menyendu.
"Kau tahu.. melihat kalian bersama lagi, aku seperti kembali ke masa lalu. Kala itu perasaan kita masih belum menyatu, namun genggam keputusan telah di utarakan sejak lama. Jika dulu aku tidak ingin melepas karena merasa paling ber-hak.. lalu bagaimana sekarang? Aku bahkan tidak memiliki harapan untuk mempertahankan janji kita di hadapan Tuhan." Gulf menutup mulutnya kembali menahan isakan yang hampir lolos.
"A-aku tidak sepantasnya membelenggu suratan yang seharusnya tidak menjadi milikku, kita memang ditakdirkan untuk bersama.. tapi tidak untuk waktu yang lama." Telaga basahnya mematai cincin pernikahan dengan ukiran inisial pasangan.
Haruskah ia melepaskannya?
***
"Gulf, kita bisa membicarakannya lagi. Aku sungguh tidak bermaksud mengkhianatimu." Mew menahan tangan istrinya yang memasukkan hampir setengah isi lemari pakaian ke dalam koper besar.
Yang diajak bicara sejak tadi hanya diam, tidak ingin melihat karena terlampau menyakitkan.
"GULF!"
Mew menyingkirkan koper itu dan membuat isinya berhamburan keluar, "Dengarkan aku sekali ini saja kumohon.."
Gulf mendorong dada suaminya, "Aku tidak peduli dengan hubungan kalian lagi."
Mew bersimpuh di lantai, dengan kepala menengadah sedangkan Gulf hanya membuang pandangan ke segala arah.
Melihat suaminya seperti ini, hanya menambah luka namun Gulf tidak bisa mentolerirnya lagi.
"Aku pernah berjanji pada diriku sendiri untuk memaafkan semua kesalahanmu dimasa yang akan datang, tapi haruskah dengan mengkhianati pernikahan kita?" Jemarinya melepaskan sebuah cincin lalu memberikannya ke tangan Mew.
"Aku memang melepaskan cincin dan meninggalkan rumah, tapi dengan catatan semua biaya yang selama ini di keluarkan untuk wanita sialan itu akan aku kelola ulang. Jangan lupa bahwa aku masih istri sah mu dan Namtan bukanlah siapa-siapa selain jalang murahan diantara kita." Tajam, kalimat Gulf terlampau datar untuk seseorang yang sedang dilanda emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MewGulf : Blank Space ✓
Fiksi PenggemarGulf Kanawut Traipipattanapong, adalah seorang pelajar Sekolah Menengah Atas. Namun di usianya yang baru menginjak angka 17 tahun ia harus mulai mengabdikan diri menjadi seorang istri dari pengusaha terkenal, Mew Suppasit Jongcheveevat. Tidak ada y...