04

24 7 0
                                    

Harvey
Perusahaan berjalan seperti biasanya, para karyawan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Theala duduk di ruangannya sembari merapikan rambut dan pakaiannya.

Menatap layar monitor yang dijadikannya untuk bercermin, ia mengerutkan pipinya berulang-ulang, melatihnya untuk tersenyum ketika bertemu dengan Harvey nanti.

Apapun yang terjadi yang dapat ia lakukan adalah tetap tersenyum dan seolah tidak terjadi apa-apa hari kemarin. Pikirnya ingin melupakan apa yang sudah terjadi di antara mereka berdua kemarin dan berharap bisa bersikap normal layaknya atasan dan karyawan.

Dering telpon di mejanya berbunyi dan terus berbunyi semakin keras berulang kali mengisyaratkan bahwa ada seseorang yang tidak sabaran sedang menunggu mengangkat telponnya. Bunyi dering telpon yang entah ke berapa itu pun menyadarkan lamunannya.

"Heh, dari mana saja kau?!"

Terdengar ada seseorang yang sedang berteriak kencang dari seberang telpon sana ketika Theala mengangkat ganggang telpon itu. Bahkan belum sempat menanyakan ada perlu apa ataupun menjawab pertanyaan dari seseorang tersebut, telpon sudah ditutup dari seberang.

Bruaaak

Kencangnya bunyi pintu di banting, di tengah-tengah pintu itu sudah berdiri seorang pria berperawakan tinggi, badan yang proporsional dan berparas tampan dengan memasang raut muka yang sangat marah.

"Kau cari mati ya?!"

Saking terkejutnya Theala sampai membelalakan kedua matanya dan sama sekali tidak dapat mengerti apa maksud dari ucapan tersebut.

"Maaf Tuan, ada perlu apa mencari saya?" seperti perasaan canggung, bingung dan takut bercampur menjadi satu.

"Kenapa lama sekali mengangkat telponnya?! Habis keluyuran dari mana saja kau?!"

Theala tersadar bahwa sedari tadi ia sedang melamun dan sibuk dengan pikirannya sampai-sampai sekarang pun baru sadar bahwa Harvey sedang berada dihadapannya.

"Maaf Tuan, saya lalai karena kurang fokus hari ini."

Theala mengepalkan tangannya ia sadar telah melakukan kesalahan fatal saat sedang bekerja, pasti ia akan mendapat hukuman yang mengerikan dari Harvey pikirnya.

"Apa kau sakit?"

Harvey yang tanpa sadar meluluhkan emosinya, melontarkan kalimat yang tidak pernah terpikirkan bahkan olehnya sendiri, telah terucap begitu saja kepada sekretarisnya.

"Ah lupakan! Bekerjalah dengan benar jika tidak ingin di pecat!"

Sudah gila!

Kenapa aku mengatakan hal yang memalukan.

Apakah aku mengkhawatirkannya?

Ini benar-benar suatu kesalahan.

Aku yang seorang Harvey William tidak mungkin merasakan hal aneh hanya karena sudah pernah memainkannya sekali. Tidak mungkin juga aku merasa bersalah karena memaksanya kemarin, karena itu adalah hukuman untuknya sudah berani menamparku.

"Baik Tuan, apakah Tuan perlu sesuatu?"

Theala yang terkejut tidak menduga Harvey bisa menanyakan keadaannya pun spontan tersenyum tulus tanpa dibuat-buat, padahal sedari tadi pagi tiba di kantor ia sudah berulang kali melatih bibirnya untuk dapat tersenyun indah seperti ia biasanya.

"Jangan banyak berpikir! Kenapa kamu senyam-senyum? Sudahlah!"

Harvey pun pergi kembali ke kantornya meninggalkan Theala di ruangannya yang masih nampak cengar-cengir.

HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang