18

10 5 0
                                    

Theala
Di hari yang seharusnya adalah hari paling bahagia bagi Theala. Namun, hal itu juga tidak dapat muncul dibenak Theala meskipun hanya setitik rasa kebahagiaan.

Benar-benar nasib yang sungguh malang. Semoga Theala dapat selalu kuat untuk menjalani kisah hidupnya.

"Ah.. Tuan.." ucap Theala terputus melihat punggung Harvey mulai menjauh.

"Kau duduklah," ucap Louis memotong.

"Iya baik, Ketua," jawab Theala patuh.

"Sebaiknya saya pergi ke kamar, paman," kata Hansen canggung.

"Pergilah! Jangan lupa dengan tugasmu!" pekik Louis.

"Iya paman, saya mengerti. Selamat beristirahat," pamit Hansen tanpa menyapa Theala.

Theala terduduk di sofa yang sangat megah nan mewah disebuah ruang keluarga di kediaman William. Bersama Louis yang sudah duduk menatapnya lekat.

"Tadi siapa namamu?" tanya Louis.

"Nama saya Theala Florence, Ketua," jawab Theala.

"Florence? Dari keluarga mana itu?" tanya Louis.

"Sebenarnya Florence adalah nama marga dari mendiang ibu saya, Ketua," jawab Theala.

"Apakah kau tidak mempunyai ayah?" tanya Louis lagi.

"Tommy Anderson, saya mengubah nama marga saya setelah konferensi pers resmi yang dibuat oleh beliau," Theala menjawab dan matanya mulai berlinang air mata.

"Ternyata kau telah dibuang oleh ayahmu. Hahaha sekarang aku mengerti dengan keinginan anakku," jawab Louis menggantung.

Ada apa ini?

Sebenarnya apa yang diinginkan Tuan Harvey dariku?

Louis pun berdiri dari duduknya dan beranjak pergi tanpa satu kata pun terucap. Meninggalkan Theala sendiri, masih terduduk dan terdiam disalah satu sofa mewah itu.

Tunggu!

Lalu bagaimana denganku?

Ke arah manakah aku harus melangkah pergi?

Tidak lama kemudian pelayan yang ada di rumah tersebut pun menghampirinya.

"Nyonya Muda, mari anda saya antar," kata pelayan itu.

"Ah, baiklah. Terima kasih banyak," ucap Theala lega.

Untung ada pelayan yang masih menganggapku ada.

Theala terus mengucap syukur di dalam hatinya, karena setidaknya masih ada orang yang tidak menganggapnya transparant di rumah itu.

"Silahkan Nyonya Muda, kita sudah sampai," kata pelayan itu menyadarkan Theala dari lamunan.

"Tunggu, ini kamar siapa? Terlihat dari pintunya saja sudah sangat begitu mewah," tanya Theala.

Mereka sudah sampai tepat di depan sebuah kamar yang terletak di ujung lorong utama dan mempunyai pintu yang sangat megah.

"Ini adalah kamar Tuan Muda Harvey dan tentunya juga kamar anda," jawab pelayan itu.

"Tuan Muda Harvey? Apakah tidak ada kamar lain yang bisa saya tempati?" tanya Theala dengan ekspresi setengah kaget.

"Ternyata Nyonya Muda sangat suka bercanda ya? Maaf Nyonya Muda, kami hanya seorang pelayan di rumah ini. Tidak berani untuk saling bercanda dengan majikan. Silahkan masuk Nyonya Muda. Selamat beristirahat," jawab pelayan itu membukakan pintu megah tersebut.

"Ah, tunggu! Saya serius. Ahh..." ucap Theala terpotong.

Berkat tubuhnya terdorong oleh seorang pelayan yang mengantarnya tadi, tubuh Theala berhasil memasuki kamar mewah tersebut dan mendapati Harvey sedang duduk bersandar di tempat tidurnya sambil memainkan ponsel di tangannya.

HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang