15

10 5 0
                                    

Selalu seperti itu.

Apapun yang diinginan Harvey harus selalu terpenuhi, tidak peduli dengan pendapat orang lain.

Pada malam itu.

Di dalam kamar itu.

Mereka berdua menghabiskan malam yang penuh gairah disatu ranjang bersama, sesuatu yang seharusnya hanya dilakukan oleh pasangan yang saling mencintai.

Begitulah setidaknya yang dipahami oleh Theala seumur hidupnya, tentunya juga itu adalah keinginan setiap wanita yang ada di dunia.

"Bisakah kau patuh? Aku tidak suka kau dekat dengan pria lain!" kalimat yang di ucapkan Harvey dengan nada mengancam.

"Maksud Tuan? Saya sedang tidak dekat dengan siapa-siapa. Bahkan hanya kepada Tuan saja..." jawab Theala berhenti, tidak berani melanjutkan isi kalimatnya.

"Hansen! Termasuk dia, aku tidak terima! Hahaha dan jika kau berani melakukan ini dengan pria lain. Akan ku pastikan kau akan menjalani hidup seperti orang mati!" ancam Harvey tegas.

"Saya tidak berani Tuan. Ampuni saya, saya mengerti," jawab Theala tertekan.

Bukan hanya bergidik ngeri mendengar ancaman mengerikan yang lagi-lagi sengaja Harvey ucapkan untuk Theala, ia pun tidak dapat menahan rasa ketakutannya.

Air matanya mulai mengalir perlahan hingga membasahi pipi-pipinya, telapak tangan yang mulai dingin sudah seperti mayat, kedua kakinya pun bergetar hebat, hanya dapat ia sembunyikan didalam selimut yang menyelimuti tubuh polosnya dibalik pelukan Harvey.

Hari sudah terang.

Harvey sudah tidak ada disampingnya lagi, meninggalkan ia sendirian didalam kamar hotel yang mewah tersebut.

***

"Aku ingin bertemu dengan Harvey," ucap Rachel.

"Tanpa adanya janji sebelumnya. Tidak dapat bertemu dengan CEO," jawab Theala.

"Bodoh! Apa kau lupa siapa aku?!" ujar Rachel dengan tatapan menghina.

"Haaah.. Terserah. Masuklah!" jawab Theala menyerah karena malas berdebat.

"Minggir! Buang-buang waktu ku aja!" ujar Theala mendorong tubuh Theala.

Rachel bergegas memasuki ruangan Harvey, seakaan ia masih dalam hubungan yang baik dengannya.

"Selamat siang Tuan Harvey," sambutnya ramah.

"Apa yang kau lakukan?!" bentak Harvey.

"Jangan bersikap kasar. Aku kesini hanya ingin kita berteman," jawab Rachel dengan anggun.

"Apa maksudmu?" jawab Harvey tak percaya.

"Aku bilang, kita bisa berteman untuk kesenangan, bukan?" ujar Rachel sambil menghambur memeluk lengan Harvey manja.

"Kau yakin hanya sebatas itu?" tanya Harvey.

"Kita ini orang dewasa. Bukankah sudah hal yang wajar menjalin hubungan seperti itu?" ujar Rachel sembari menggoda.

"Baiklah. Jika itu mau mu. Bukan hal besar bagiku," ucap Harvey mengiyakan.

"Aku sangat bahagia kau mau menerimaku. Bolehkah aku menciummu?" tanya Rachel.

"Cih, kau sangat tidak sabaran rupanya," ujar Harvey.

Dengan lengan yang masih dipeluk Rachel erat. Harvey membungkukkan badannya, membiarkan Rachel menikmati apa yang telah dipintanya.

"Maukah nanti malam kita melakukan kencan?" ajak Rachel manja sambil kedua tangannya yang menggeliat mencoba merayu Harvey.

"Baiklah. Aturlah sesukamu," jawab Harvey mengiyakan lagi permintaan Rachel.

HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang