60

8 0 0
                                    

Dengan menggunakan helikopter lantas mereka bertamu ke kota-kota lain, mengunjungi tempat-tempat yang terkenal di Italy.

Harvey dan Theala melanjutkan dengan jalan-jalan malam ke menara Pisa, kota Pisa, Italy. Sebelum harus kembali ke hotel untuk beristirahat, karena sekarang sudah hampir tengah malam.

"Disini sangat indah ya, suasananya ramai juga, pantas saja kau betah tinggal disini..." ujar Theala yang dengan gembira mengedarkan pandangannya dan melangkah dengan ceria.

"Aku disini untuk berkerja. Kalau bukan karena kau, mungkin aku tidak akan pernah membuang waktuku seperti ini," jelas Harvey yang berjalan disamping Theala.

Theala pun menghentikan langkahnya, dan menarik lengan Harvey. Kemudian bertanya sembari menengadahkan telapak tangannya. 

"Kau punya sapu tangan?"

"Kenapa?" tanya Harvey yang heran dengan permintaan tiba-tiba Theala.

"Tidak usah bertanya, cepat berikan padaku," ujar Theala yang sudah tidak sabar.

Kemudian Harvey menurut dan memberikan apa yang di minta istrinya. Theala pun mengambil sikap tegap dengan melepas alas kakinya setelah menerima sapu tangan itu.

"Aku akan menarikan tarian *Cheoyongmu untukmu. Jangan tertawa dan nikmati pertunjukanku saja!"

"Tarian... *Cheoyongmu?" tanya Harvey yang sedikit ragu.

"Tarian untuk melepaskan kebencian dan mencegah kemalangan," jawab Theala.

"Thea... Kau tidak perlu melakukan-- Ah, sudah terlambat," ujar Harvey yang ternyata Theala sama sekali tidak gentar untuk menghiburnya.

Malam itu di tengah keramaian menara Pisa, Theala menari dengan sangat indah dan terlihat sangat anggun.

Berkat pertunjukannya, Theala dan Harvey di sekelilingi orang banyak yang turut menonton tarian indah dari Theala. Harvey yang tidak rela istrinya menjadi tontonan orang banyak pun menggendong Theala untuk menjauh dari kerumunan itu.

"Tunggu! Sepatuku! Aku baru sekali memakainya!" keluh Theala yang memukul-mukul punggung Harvey digendongannya.

"Akan ku belikan 100 pasang sepatu baru," jawab Harvey yang terus melangkah.

Mereka berhenti di bangku beton di taman yang jaraknya tidak jauh dari tempat sebelumnya.

"Anu... Sekarang kau boleh menurunkanku kok," ujar Theala yang malu karena ia masih diatas pangkuan Harvey.

"Diam dan seperti ini saja," ucap Harvey yang lalu mengulum lembut bibir Theala yang terasa manis untuknya itu.

Ciuman itu bertahan untuk beberapa menit, hingga Theala mendorong wajah Harvey sedikit menjauh. Theala mengeluh dan lagi-lagi memukul dada Harvey.

"Kenapa kau menciumku?! Ada banyak orang yang melihat kita disini!"

"Kau kenapa gemar sekali melakukan kekerasan dalam rumah tangga, sih?!" keluh Harvey menatap tidak suka ke Theala.

"Karena kau pantas mendapatkan itu!" jawab Theala melengos dengan mencibikan bibirnya.

"Mi dispiace, siamo sposini coreani che non sono sposati da molto tempo."

HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang