05

17 7 0
                                    

Tersadar semua nyawa miliknya sudah berkumpul kembali. Ia membalikan tubuhnya dan kaget melihat apa yang ada dihadapannya saat ini.

Membelalakan kedua matanya dan langsung mendorong menjauh tubuh pria dihadapannya. Ia melihat di balik selimut, lega melihat tubuhnya masih berbalut busana setidaknya ada kain berbentuk kemeja yang terpasang disana.

"Kau sudah bangun?" tanya Harvey yang sembari mengernyipkan matanya.

Pria di sampingnya ikut terbangun setelah didorongnya sekuat tenaga agar menjauh dari tubuhnya.

"Apa yang terjadi? Kenapa Tuan Harvey bisa bersama saya?" tanya Theala.

Gadis tersebut yang sudah pasti adalah Theala sekretaris pribadi Harvey.

"Aku melihatmu mabuk di mini market di tengah malam yang sepi, lalu kau jatuh pingsan dan aku membawamu pulang ke rumahku," jawab Harvey santai menjelaskan.

Theala yang sudah mengingat apa yang telah terjadi semalam di depan Harvey, kini ia merasa sangat malu.

"Lalu kenapa harus pulang ke rumah Tuan?" tanya Theala.

"Aku tidak tahu dimana rumahmu dan juga tidak mungkin aku membawamu ke hotel saat keadaanmu mengenaskan seperti itu," jelas Harvey.

Raut muka penasaran dan takut karena ingin menanyakan sesuatu terpasang jelas di wajah Theala.

"Aku tidak menyetubuhi paksa tubuhmu itu lagi," pekik Harvey seakan tahu isi pikiran Theala saat ini.

"Maaf Tuan Harvey, saya tidak bermaksud dan terima kasih," ucap Theala.

Merasa bahwa ia sangat tertolong pada malam hari itu, Theala benar-benar merasa sangat bersalah karena sudah banyak berpikiran buruk kepada Harvey seperti itu.

Untuk pertama kalinya di akhir minggu Harvey menghabiskan waktunya hanya di rumah dan tidak sedang bersenang-senang dengan wanita-wanita mainan miliknya.

Malah ia harus merawat gadis mabuk yang tidak ada urusan dengannya, juga pertama kalinya ia bertindak sejauh ini. Bahkan saat ayahnya mabuk ia tidak sudi untuk merawatnya dan menyerahkannya kepada pegawai pengurus rumah miliknya.

Begitupula dengan Theala, ini adalah pengalaman pertamanya menghabiskan malam di akhir minggu bersama seorang lelaki apalagi tidur bersama di satu ranjang yang sama. Bahkan lelaki tersebut adalah Direktur Utama perusahaan tempat ia bekerja.

Mereka menghabiskan waktu di hari minggu bersama di rumah pribadi milik Harvey. Duduk bersama sembari mengobrol di sofa megah di ruang keluarga rumah tersebut seusai mereka menghabiskan sarapannya.

"Apa Tuan tidak mempunyai pelayan pengurus rumah tangga? Apa tidak ada orang lain yang tinggal disini? Kenapa dari tadi saya tidak melihat seorang pun," tanya Theala penasaran. Bertanya kepada Harvey yang sedang duduk santai sambil menyeruput secangkir kopi di tangannya.

"Aku tidak suka tinggal bersama orang lain, dimana rumah orang tuamu aku akan mengantarmu pulang setelah ini," jawab Harvey.

Theala terdiam untuk beberapa menit.

"Saya tidak tinggal bersama keluarga lagi, saya tinggal di sebuah studio apartemen kecil di wilayah pinggiran kota," jelas Theala.

Harvey yang melihat raut muka yang biasanya ceria itu tiba-tiba sirna setelah mengatakan tentang keluarga, ia pun menjadi penasaran.

"Ada apa? Kau sedang ada masalah dengan mereka?" tanya Harvey.

Theala yang mengingat perlakuan keluarganya tanpa ia sadari ia menitikan air matanya. Harvey yang melihatnya menangis langsung mendekatkan diri dan memeluknya. Berusaha menenangkan gadis dalam dekapannya tersebut.

"Ah maaf Tuan Harvey saya telah kurang ajar, seharusnya saya tidak bersikap seperti ini kepada Tuan," ucap Theala yang sudah sedikit tenang melepaskan pelukan Harvey.

"Kenapa kita tidak saling cerita dan mengenal? Toh menurutku keadaan kita berdua tidak jauh berbeda," bujuk Harvey.

Mereka pun saling bertukar cerita satu sama lain tanpa sadar mereka sudah menghabiskan waktu yang lumayan panjang hingga malam hari tiba. Keduanya pun merasa sudah saling dekat berkat waktu di akhir minggu yang mereka habiskan bersama.

•••HATE•••

Theala
Kembali saat berada di perusahaan, senyum Theala memercah sepanjang hari itu. Entah apa yang membuatnya sangat bahagia, akankah ia berpikir bahwa Harvey tidak akan bersikap buruk lagi kepadanya setelah hari itu.

Ia mengetuk pintu kantor Direktur Utama lalu masuk ke dalamnya, memberi tahukan dan melaporkan deretan-deretan jadwal kepada Harvey dengan senyuman indah yang memerkah di wajahnya.

Berbeda dengan Theala, raut wajah Harvey telah kembali dingin seperti semula. Seperti tidak ada hal-hal yang baik telah terjadi di antara mereka berdua.

Apakah karena sedang berada di perusahaan, makanya Tuan Harvey kembali bersikap profesional?

Setelah selesai melakukan pekerjaannya Theala masih mematung diam dengan banyak pikiran yang terbesit di dalam kepalanya.

"Sampai kapan kau akan makan gaji buta!" bentak Harvey.

Tersadar dari lamunannya, "Maaf Tuan, apa ada hal lain yang perlu saya bantu?" tanya Theala gugup.

"Pergilah. Kau menggangguku!" ujar Harvey sinis.

Theala menganggukan kepala lalu keluar dari ruangan tersebut, kembali duduk di kursi meja kerja miliknya di ruangan samping kantor Direktur Utama.

Ia mengambil sebuah cermin di dalam laci meja kerjanya, memandangi pantulan bayangan miliknya menerka-nerka sebenarnya apa yang sedang terjadi kepada Harvey.

Kemarin sikapnya begitu baik dan hangat kepadaku lalu kenapa tiba-tiba sikapnya kembali normal lagi?

Di tengah-tengah kebingungannya, bunyi dering telpon di atas mejanya mengagetkannya.

"CEPAT KEMARI!" teriak Harvey.

Seperti biasa, baru mengangkat ganggang telpon dan belum sempat mengucapkan sepatah kata apa pun telpon sudah ditutup dari seberang telpon itu.

Tanpa berlama-lama Theala langsung memenuhi perintah sang Tuan Muda, ia masuk ke kantor Direktur Utama dan menemui sang penelpon tersebut.

"Aku sangat bosan dan lelah, bisa kah kau menghiburku?" ujar Harvey.

Theala kembali merasakan hawa mengerikan tubuhnya bergidik merinding.

"Aku bilang aku lelah! Aku tidak mau bekerja keras sendirian! Untuk pertama kali sudah pernah aku ajarkan! Kau harus bisa membuatku puas kali ini!" timpal Harvey menjelaskan.

Theala diam tidak bergeming ataupun menggerakan tubuhnya, ia masih tertunduk pandangannya terjatuh melihat kedua lututnya yang mulai bergetar ketakutan.

"Pergilah bila kau tidak mau melakukannya dan jangan pernah kembali lagi!" ucap Harvey tegas.

Tidak dapat menolak, benar-benar ia seperti tinggal di neraka yang membuatnya hidup segan mati tak mau. Sudah tidak ada jalan lain untuk keluar dan terbebas, ia perlahan menggerakan kedua kakinya mendekat kepada Harvey dan menjatuhkan diri ke dalam pelukannya.

"Pilihan hidupmu bergantung pada hasil kerja kerasmu kali ini!" ucapan Harvey semakin menekan.

Harvey pun langsung menekan tombol remote untuk menutup tirai-tirai jendela dan mengunci pintu kantornya dengan salah satu tangannya. Sedangkan salah satu tangan lainnya memeluk pinggang langsing milik Theala.

Benar-benar Harvey tidak melakukan serangan apa-apa, sedari tadi hanya memeluk pinggang Theala seperti menunggu gadis itu bekerja keras sendiri untuk membuatnya merasa senang dan terhibur.

"Jangan menangis! Aku akan menganggapnya gagal bila kau melakukannya dengan tangisan!" peringatan tegas Harvey.

Kedua mata Theala yang sudah berkaca-kaca diusapnya  sendiri dengan kedua tangan miliknya. Ia mengencangkan pelukan Harvey di pinggangnya, lalu ia mulai dengan melepaskan dasi dan beberapa kancing atas kemeja Harvey.

•••HATE•••

HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang