61

7 1 0
                                    

Keesokan harinya.

Kini Harvey duduk disisi tempat tidur, menatap wajah polos istrinya yang sedang terlelap dengan wajah kelelahannya yang sepertinya semalam Theala tidak tidur untuk merawat Harvey yang pura-pura sakit.

Theala pun mengerang dan mengerjapkan matanya, yang menemukan sosok Harvey dihadapannya.

"Kau sudah sembuh?" tanya Theala yang masih belum sadar kalau dia hanya dibohongi.

"Iya, sudah. Berkat istriku yang merawatku sepanjang malam," ujar Harvey mengecup kening Theala.

Lalu kembali berujar sambil meraih badan Theala untuk digendongnya.

"Ayo, aku ingin menepati janjiku sekarang."

"Kenapa aku harus di gendong? Aku bisa berjalan sendiri," ujar Theala yang sepertinya masih mengantuk digendongan Harvey.

Harvey hanya membalas dengan senyuman dan terus menciumi wajah kantuk Theala yang terlihat sangat menggemaskan baginya.

Jujur saja, ia sebenarnya sangat merindukan wajah bangun tidur Theala yang seperti ini.

Polos, natural, dengan mata menyipit yang masih sedikit membengkak karena kantuk.

Langkah Harvey membawa mereka berdua ke sebuah banker di mansion itu.

Mata Theala membulat sempurna dan mulutnya menganga dikala pandangannya disapa oleh sederetan penuh senjata yang sangat lengkap tertata rapih disana, sesuai dengan rak masing-masing, bahkan ada juga yang di simpan di dalam rak kaca.

Tempat tersebut adalah tempat penyimpanan senjata dari organisasi Mafia dibawah pimpinan Louis William.

"I-ini apa?" tanya Theala yang masih di dalam gendongan Harvey.

"Ini adalah siapa aku yang sebenarnya," jawab Harvey yang malah masih bisa tersenyum pada Theala.

"Turunkan aku, aku ingin melihatnya lebih dekat," ujar Theala yang meronta ingin terlepas dari Harvey.

"Tidak, jangan sentuh mereka. Meski pun terlihat bagus dan bersih, mereka sangat kotor," ucap Harvey yang mempererat gendongannya.

"Maksudnya apa?" tanya Theala yang masih kebingungan.

"Kau tidak takut melihat semua ini?" tanya Harvey yang di balas dengan gelengan kepala oleh Theala.

Kemudian Harvey melanjutkan kalimatnya dan melangkahkan kakinya lagi menuju tempat yang lebih mengerikan dari pada tempat ini.

"Kita pergi ke tempat lainnya, disana kau akan tahu jawabannya."

**

Kali ini langkah Harvey berhenti disebuah pintu besi, dan pengawalnya langsung membukakan pintu itu. Suasana gelap, lembab, bau lumut, bau darah, dan tentu saja bau anyir khas dari cairan luka manusia.

Theala pun dengan segera menutup hidungnya dengan kedua tangannya, Harvey yang melihat itu langsung mengisyaratkan pengawalnya untuk memberikan masker. Dan langsung dikenakan pada Theala hanya dengan tangan kiri Harvey sedangkan tangan kanannya masih menggendong Theala.

Harvey tersenyum menatap Theala, namun berbeda, kali ini senyuman Harvey nampak berat dan terlihat masam tidak menyenangkan.

"Tempat apa ini?!" tanya Theala sedikit menaikan nada suaranya.

Bukan lagi merasa penasaran atau takjub dengan kejutan Harvey, sekarang lebih ke rasa terkejut yang tidak menyenangkan hatinya.

Kedua matanya menangkap pemandangan yang begitu sangat mengerikan baginya, ini benar-benar kali pertama ia mendatangi dan melihat langsung tempat seperti ini.

HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang