Aku menggeliat malas, tapi anehnya badanku gak bisa bergerak bebas. Begitu mataku membuka, ternyata wajahku itu persis lagi berhadapan sama dada bidangnya Mas Doni.
"Baru jam lima, Riichi..."
"Aku mau mandi terus sholat, mas."
Mas Doni menatapku. "Oke. Kita mandi, terus sholat subuh berjamaah."
"Oke!" balasku.
Aku sama Mas Doni mandi pagi biasa aja. Ya, dalam artian kita tuh gak ngapa-ngapain selama di kamar mandi. Cuma guyur badan pake shower, sabunan, sampoan, sikat gigi, terus handukkan.
"Idihh, ketauan gak pernah sholat ya?"
Mas Doni kayak malu-malu gitu. Aku sendiri sadar diri, kalo bukan manusia sempurna dan pastinya banyak dosa. Tapi, aku selalu keinget sama pesan mamah, untuk jangan pernah meninggalkan sholat lima waktu sekalipun.
"Kamu kenapa ngeliatin mas kayak gitu?"
Aku geleng-geleng sambil ngacungin jempol. "Emang udah dasarnya ganteng, pake baju koko makin ganteng, mas! persis kayak pangeran Brunei!"
"Sudah-sudah, kita sholat dulu.."
"Yaa ---"
Ternyata orang sekeren dan segagah Mas Doni, bisa salah tingkag juga ya...!?
...
...
...
Selesai sholat subuh, aku balik ke kamarku sendirian. Soalnya Mas Doni juga mau siap-siap katanya. Tapi, sebelom kerja dia mau lari-lari bentaran di ruangan gym.
Tadinya aku dipaksa buat ikut, tapi aku nolak. Soalnya pasti nanti dia ngajakkin yang enggak-enggak lagi. Sedangkan semalem aja, kita baru menyelesaikan pertempuran sengitu tuh sekutar jam dua dini hari.
Kalo dari penampilan luar sih, Mas Doni keliatan keren dan garang banget. Tatapannya tajam dan dingin. Raut wajahnya pun tegas. Apalagi suaranya yang berwibawa itu.
Tapi --- gimana ya...
Aku tiba-tiba mengikik sendirian pas lagi pake seragam. Kontol Mas Doni itu ternyata gak sepanjang dan setebal kontol adeknya, si Dani itu.
Tapi, aku akuin Mas Doni itu orangnya bersih banget. Aku gak nemuin bulu sehelaipun di sekitaran alat kelamin dan pantatnya. Jadi tuh, beneran putih, bersih, dan wangi banget.
Gak kayak Mas Farhan yang bulunya jimbrongan dan malah terkadang suka bau pesing-pesing aneh gitu.
"Riichi..." Kepala Mas Doni nongol dari balik pintu. Ada handuk kecil mengalung di lehernya. Kelihatan kaos putihnya basah kuyup sama keringetnya.
"Udahan, mas? Kok cepet?"
"Kalau gak buru-buru, nanti kamu keburu berangkat."
"Enggak mas, tenang aja. Kan aku juga belom dapet ciuman selamat pagi. Hhiihii..."
Mas Doni pun senyum. "Sekarang kan Jumat, bagaimana kalau sore nanti kita langsung ke Bandung?"
"Yaa, aku kan harus ke coffee shop, mas."
"Izin sekali ini aja, gak boleh?"
"Masalahnya aku yang megang semuanya, mas. Nih, semua kartu kredit dan kartu debitnya Mas Farhan aja aku yang pegang."
"Kamu benar-benar tidak seperti Dani ya..."
"Ya jelas dong, mas. Dani itu tinggi, pemain basket dan futsal. Temennya juga banyak. Dia juga mudah bergaul, karena punya wajah dan badan atletis. Beda kan sama aku..?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A LIFE
Teen FictionAku kacau... Kehidupanku juga kacau... Semuanya semakin jadi kacau, saat mereka datang di kehidupanku...