30

361 57 3
                                    

Baru sekali ini rasanya aku puas banget yang namanya main-main di Dufan. Apalagi ngeliatin orang-orang yang masih kesiksa ngantri di tiap wahananya. Hhihhi...!

Tapi, dulu itu Mas Farhan emang sialan banget. Pantes aja ngajakkin aku ke Dufan dari pagi  buta, ehhh taunya kita cuma berhasil naik empat wahana doang gara-gara kelamaan ngantri.

"Ehhh, foto dulu sini..!"

Kasian juga kayaknya kalo Mas Bima sama keempat adeknya belom foto daritadi. Itung-itung sebagai bukti kenangan aja, kalo mereka pernah senang-senang bersama disini.

"Satu... dua... ti..."

Cklik.

Lagi kondisi basah kuyup karena baru aja naik wahana arung jeram, aku foto aja mereka dengan wajah konyolnya yang menggelikan.

"Ailnya dingin ya! Opal mau naik lagi!"

"Pelahunya masa tadi goyang-goyang wuzzz kayak kena ombak!"

"Teteh juga takut, dikiranya mau jatoh!"

Seneng rasanya ngeliat Ica untuk sementara berhenti marah-marah. Kayaknya tuh anak lupa untuk sementara waktu, buat memarahi sikap dan tingkah konyol ketiga adeknya.

"Tadi naik halilintar kenapa jerit-jerit?"

Mas Jimmy sontak natap aku dengan wajah tegang. "Ah? Enggak. Kata siapa?"

"Masih mau ngelak?" aku kasih liat aja foto waktu Mas Jimmy lagi naik wahana itu, terus megangin lengan Mas Bima dengan wajah ketakutan. "Abis latihan militer empat bulan, badan atletis, tapi naik gitu aja takut! Cemen dasar!"

Mas Jimmy tiba-tiba ngapit leher aku. "Kamu sendiri kan gak naik, hmmm...!?"

"Dihh, aku mah emang gak berani. Kan dari awal juga ogah buat naik!"

"Aa, kita teh belom naik perahu goyang-goyang.." ujar Ica.

"Yang mana, Ica?" tanya Mas Bima.

"Itu A Abim, yang goyang ke kanan ke kiri sampai tinggi.."

Jadilah wahana selanjutnya yang kita naikkin, kora-kora. Agak deg-degan juga sih. Tapi aku gak boleh keliatan culun di depan anak-anak ini. Apalagi Mas Jimmy.

Aku sama Mas Jimmy duduk di bangku paling belakang, sisi kiri. Sementara itu, Mas Bima dan adek-adeknya ada di sisi lainnya.

"Riichi, kalau kamu takut pegang tangan mas aja..."

"Najong!"

"Riichi ---"

Aku noleh ke arah kiri. Tanpa sengaja mataku bertemu dengan mata cowok berkaos putih dengan kalung silver yang ada di lehernya itu.

Kalo aku gak salah dengar, kayaknya tadi cowok itu nyebut namaku...

"A Icih, jangan nangis ya...!"

Ahh, sialan banget si botak Uno itu! Berani-beraninya dia ngeledek aku di depan orang-orang! Awas aja nanti, akan kubalas dia..!

Sepuluh menit kemudian...

Aku turun dengan perasaan masih kayak di awang-awang. Aku gak nyangka, kalo itu perahu geraknya bisa cepet dan tinggi banget!

"Selem tadi ya!? Kayak naik loket aja!"

"Sereman juga halilintar. Iya kan, A Abim?"

Karena daritadi naiknya wahana yang macu adrenalin mulu, selanjutnya aku mutusin buat naik wahana perang bintang.

"Aihhh, kok gini amat ya?" gumamku.

"Lah, kan tadi kamu sendiri yang mau kesini?"

"Tau buat anak-anak gini mending aku gak usah ikutan.."

A LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang