46

285 48 0
                                    

"Haloha...!"

Gak ada satupun dari mereka bertiga yang nyambut aku dengan wajah gembira.

"Mau oleh-oleh gak? Aku bawa cokelat nih ---"

"Cokelat dari Dubai kan mahal-mahal." akhirnya Kenta bersuara juga.

"Aku belinya di Alfamart kok. Hheehee..."

"Ichi, kenapa kamu gak bilang kalo kamu udah gabung sama Dewan Siswa?"

Aku tatap Oliver. "Kalian tau darimana?"

"Semua anak-anak juga udah pada tau, Ichi." Kenta meluk gulingnya. "Kalo gini, nanti siapa lagi yang bakal dukung kita?"

"Sebagai dewan siswa, kan kamu harus netral."

"Aku tahu aku harus bersikap netral. Justru itu, aku akan membuka tiap celah semua organisasi di sekolah ini untuk anak-anak IPS."

Armando diem aja. Padahal di meja belajar ada piala futsal yang berhasil dia menangkan pada pertandingan antar jurusan minggu kemaren.

"Mando kamu kena ---" aku belom selesai ngomong, tapi dia udah ngeluyur pergi. "Dasar!"

"Ichi, Mando kan suka sama kamu."

"Iya. Dia bilang, kalo dia mau nembak kamu sore nanti."

Aku melongok mendengar ucapan Kenta dan Oliver.

Tok.. Tok..

Kenta ngebukain pintu. "Ichi, ada Octavian."

"Ehh, sini masuk. Aku bawa oleh-oleh cokelat nih."

"Maaf ganggu, Riichi."

"Ada perlu apa, Octa?"

"Aku, mau bicara sama kamu."

Kenta sama Oliver sikut-sikutan. Mereka kemudian pamit mau cari jajanan sama udara segar katanya.

"Pasti masalah ---"

Octa tiba-tiba nangis. Bukan nangis sesenggukkan ala-ala sinetron loh ya...

"Kamu kenapa?"

"Aku ---" tangis Octa makin pecah. Aku peluk saja dia sambil ngusap-ngusap punggungnya.

"Nangis aja sampai puas. Baru nanti kamu cerita kalo udah agak legaan..."

Agak lama, baru deh redaan nangisnya si Octa.

"Udah?"

"Riichi, kamu --- apa bener kamu udah jadian sama Armando?"

"Hah...?"

Octa ngulas senyum. "Aku iri sama kamu, Riichi. Kamu itu orangnya apa adanya. Bisa seenaknya bicara dengan siapapun. Gak pernah peduli kamu masuk jurusan IPS atau jurusan lain. Dan --- ada banyak orang-orang yang menyukaimu."

"Tapi sayang, aku belom nemu yang sreg."

Mataku dan mata Octa bertemu. Lalu kami sama-sama tertawa pelan.

"Belom ada yang sreg?"

"Kamu pikir, aku suka si bintang telenovela yang hobinya coli itu?"

"Coli...?!" Mata Octa terbelalak.

Aku ngangguk. "Terus, kalo gak coli dia ngapain di kamar mandi lama terus gak ada suaranya...?"

"Aku pernah denger Adipati lagi ngebicarain kamu."

Bola mataku berputar. "Dia lagi..." aku menghela. "Kamu tau gak siapa dia?"

"Dia ---"

"Dulu, itu dia temenku waktu di TK. Dia itu anak nakal, iseng, dan jahil banget! Setiap hari kerjaannya ngejambakkin rambutku sampai rontok!"

A LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang