Tiitt...!
"Dik, kenapa lo ninggalin tadi? Emangnya ---" Caesar diri mematung. Matanya bulet, dengan mulut menganga.
Sesemok-semoknya dia, aku sama sekali gak tertarik dengannya. Biasanya sih, kalo badannya kayak dia itu, bentukkan kontolnya gak terlalu indah untuk diliat, dan dirasakan.
"Apaan sih, ngeliatinnya sampai kayak gitu banget!"
"Riichi...? Kamu beneran Riichi?"
"Bukan! Tapi aku hantunya! Hhiihii..."
Diko yang lagi duduk di depanku, secara tiba-tiba mencium bibirku. Dan aku, dengan refleksnya malah nonjok muka dia.
"Sakit ---"
"Maaf-maaf. Abisnya kamu cabul!"
"Dik, dia beneran Riichi?"
"Bibirnya sih lembut. Harumnya juga sama."
"Ngapain bisik-bisik?! Dikiranya aku gak denger?"
Aku bangkit dari duduk. "Nih pelototin, mana ada setan kakinya nginjek tanah?!"
"Coba itunya turunin --"
Sontak mataku membelalak. "Mau ngapain?! Penasaran sama kontol aku ya?!"
"Kayaknya sih bener dia Riichi. Soalnya lidahnya fasih banget pas bilang 'kontol'"
"Aku juga sepemikiran."
"Caesar --- ckckck..." aku geleng-geleng. "Kamu itu kan dewan siswa. Anak orang kaya. Apartemen mewah. Tapi gak ada apa-apa disini! Kamu ini lagi bangkrut?"
"Bukan bangkrut. Tapi aku emang belom belanja."
"Alesan aja."
Diko ngeluarin hapenya. "Aku mau telepon Ahsan."
"Jangan!" Aku rebut aja hapenya Diko. "Ahsan gak bisa aku percaya."
"Maksud kamu?" Diko mengerenyit.
Aku menghela pelan. "Kalian ini sahabatan udah lama kan?"
"Dari TK." jawab Caesar.
"Tapi kalian gak tau kan, kalo ---" Aku kasih liat aja beberapa foto Ahsan yang lagi berduaan sama sesosok cowok di berbagai tempat wisata dan restoran itu.
"Lah, bukannya ini kakaknya si Octa!?"
"Mereka kan sepupuan. Mungkin aja pas lagi ada acara keluarga."
"Diko, kamu itu ganteng-ganteng tapi bloon juga ya!?"
Diko cuma natap aku.
"Yaa, aku gak bohong kan? Meskipun kamu gak setinggi Ahsan, tapi kamu itu lucu."
Pipi Diko bersemu. Seperti biasa, ekspresi dia kalo lagi salting itu emang lucu dan gemesin banget.
"Caesar, meskipun daddy kamu itu pengacara dan Diko, meskipun bapak kamu itu angkatan laut --- aku sama sekali gak takut. Kalo salah satu dari kalian sampai ngebocorin masalah ini sama orang lain, aku bisa bunuh atau minimal ngebuat kalian cacat seumur hidup!"
"Ngeri banget, jir..."
"Udahlah --- sekarang aku mau balik dulu. Capek. Mau istirahat sambil berendem..."
"Aku anter?"
"Diko ---" aku lepasin tangannya. "Aku ini udah biasa hidup sendiri. Lagian, bukannya kalian berdua lagi pacaran ya?"
"Hah...!?"
"Jangan lupa pake kondom ya --" aku berusahan menahan rasa geli ngeliat ekspresi wajah keduanya.
"Heh...!!" Caesar menghimpit leherku di ketiaknya. "Nih anak kalo ngomong gak pernah bener sih...!?"
"Caesar!" aku memekik. "Kok tumben amat sih, kamu bau asem?!"
"Hehehe, emang belom mandi dari sore."
"Jorok banget sih!"
"Tapi kan udah disemprot parfum tadi.."
"Diko --"
"Hmmm, ya...?"
"Itu ---" aku nunjuk ke arah meja makan. "Kamu gak usah capek-capek buat tiramisu deh. Soalnya aku udah bosen."
"Bukannya kamu suka tiramisu buatannya Ahsan?"
"Aku suka karena gak enak aja sama dia. Apalagi setelah tau, kalo dia udah pernah tidur bareng sama kakaknya Octa yang kayak tukang pijet itu."
"Kamu tahu darimana?" tanya Diko.
"Kamu lupa siapa aku?"
"Riichi.."
Aku noleh ke Caesar. "Apa?"
"Tapi, kamu mau kan ngejelasin sama kita...?"
"Aku harus ngejelasin darimana ya...?" Aku jalan mondar-mandir. "Intinya gini, ada siswa yang gak suka sama aku. Dan dia, berencana untuk ngebuat aku mati."
•
•
•
•
•"Kamu belom tidur?"
"Ernngg ---"
Aku balik badan ngadep ke dia. "Pasti karena gerah kan? Dasar...!"
Dia ikutan balik badan. "Kamu juga kenapa belom tidur?"
"Gara-gara ada kamu. Kasurku jadi makin sempit."
Diko kedap-kedip persis kayak Opal yang lagi kebingungan.
"Diko, aku ---"
Diko tiba-tiba memajukan wajahnya. Dia mencium bibirku, tanpa menutup kedua matanya.
"Maaf, aku suka gak bisa nahan.." pipinya memerah lagi.
"Kamu ini kan ganteng, kaya, dan pinter. Kenapa gak cari pacar aja sih?"
"Aturan dewan siswa ---"
"Tapi kamu gak tau kan, kalo Ahsan ternyata ---"
"Aku beneran baru tau, Chi. Ternyata dia ---"
"Untung aja waktu itu dia cuma ngajakkin colbar."
"Menurutmu, apa aku terlalu culun?"
Aku menghela. Kutopang kepalaku dengan tangan kanan. "Aku lagi mikirin Armando."
"Mando?" Matanya Diko jadi bulet banget. "Kamu suka sama dia?"
"Secara penampilan sih, dia menarik. Cowok banget, dan gayanya juga cool. Tapi --- aku kesel aja kalo ngeliat dia!"
"Kamu juga kan kesel waktu ngeliat aku dulu."
Aku kembali rebahan sambil memeluk guling.
"Aku ini cuma anak adopsi." Diko menatapku intens. "Aku ---"
"Aku udah tau kok."
"Aku udah bisa nebak." Diko mengulas senyum kecut. "Orang kayak kamu, pasti punya mata dimana-mana."
"Maaf ya, yang waktu itu gak jadi."
"Ehmm ---"
Perlahan mataku mulai menutup. Kurasakan tangan Diko yang memeluk tubuhku.
"Riichi ---"
"Apa?"
"Aku terlalu pengecut untuk bisa ---"
Kalimat Diko terputus. Saat kubuka mata, kulihat Diko udah tertidur sambil mendengkur pelan. Bulir-bulir keringat terus mengalir di dahi dan lehernya.
Aku gak pernah memaksa dia untuk menginap di kosanku yang sempit dan pengap ini. Tapi dianya sendiri yang memaksa untuk menginap.
Kukencangkan kipas angin, lalu kubuka kaosnya yang udah basah kuyup itu.
Kedua matanya kembali membuka.
"Riichi.."
"Biar agak ademan." aku juga melepas kaos. "Jangan ngeres kamu. Aku juga kegerahan soalnya."
"Tapi --- kalo cuma sebatas peluk, boleh?"
Aku mengangguk. "Boleh. Asalkan jangan ngaceng loh ya...!?"
"Janji. Hhehee.."
• • •

KAMU SEDANG MEMBACA
A LIFE
Teen FictionAku kacau... Kehidupanku juga kacau... Semuanya semakin jadi kacau, saat mereka datang di kehidupanku...