Aku sama Mas Jimmy dorong-dorong koper mulai dari gerbang utama sekolah baru, sampai ada kali kita tuh jalan sejauh lima atau enam ratusan meter. Untungnya aja, di dalam area sekolah ini banyak pohon-pohon gede berdaun rimbun. Jadi, adem aja hawanya.
Aku aja gak nyangka banget, kalo ternyata ada sekolah yang lingkungannya kayak gini, di kawasan Utara Jakarta.
"Gak terasa ya dek, senin besok kamu udah mulai sekolah."
"Aku titip mereka ya, mas. Kalau mereka mau jajan, kasih aja. Tapi jangan dibiasain juga. Terus, selalu ingetin mereka buat sholat tepat waktu."
"Baik, bos muda."
Aku diminta dateng ke asrama, Minggu siang sama pihak sekolahku yang baru. Aku disuruh langsung ke asrama putera, karena disanalah nanti akan ada satu orang guru yang menungguku.
"Itu ya mas gurunya?"
"Sepertinya."
Entah kenapa, hatiku berdebar-debar saat aku makin mendekati sesosok wanita dengan kemeja putih yang dilapisi blazer biru keabu-abuan, dengan celana panjang kain, kayak model-model cutbray gitu.
"Selamat siang. Riichi...?"
"Selamat siang, bu." jawabku kaku.
"Pak Jimmy, selamat siang."
"Siang, Bu Yola."
"Selamat datang di Yayasan Biru Cakrawala. Mari, Riichi."
Aku memeluk Mas Jimmy sebagai tanda perpisahan. Padahal sih, aku masih boleh pulang kapan aja aku mau. Tapi kan, statusnya disini itu aku anak rantauan dari Bogor, yang berasal dari keluarga biasa aja.
"Belajar yang rajin ya, dek. Sering-sering kirim kabar."
"Gak perlu nangis juga kali, mas." aku mendesis. "Lebay!"
Mas Jimmy pun berbalik. Dia berjalan perlahan menjauh, dan semakin menjauh.
"Riichi." Bu Yola memegang punggungku. "Sudah perpisahannya?"
"Udah, bu."
"Baiklah." dia ngulas senyum. "Disini ada tiga gedung asrama putera. Gedung A, itu asrama khusus untuk siswa SMP. Sedangkan gedung B dan C, itu khusus untuk siswa SMA."
"Tinggi ya --- kayak apartemen.."
"Memang tinggi. Tapi, gak semua kamar disini terisi."
"Semoga aja gak ada hantunya."
"Kamu masih percaya hantu?"
Kupikir Bu Yola ini guru yang judes dan galak. Soalnya matanya sipit dan bibirnya kecil. Gak taunya dia cukup ramah dan bersahabat juga.
"Pintu gerbang ditutup tiap jam delapan malam. Seluruh penghuni asrama tidak bisa keluar, kecuali dengan alasan mendesak."
"Owhh --"
"Tapi kamu masih bisa memesan makanan via aplikasi online, sampai jam sepuluh malam. Itupun kamu harus mengambilnya sendiri di gerbang utama."
"Owhh --"
"Satu kamar dihuni oleh tiga siswa. Kamar kamu ada di lantai lima, gedung B."
"Lantai lima -- gedung B." aku ulang lagi.
"Nomer induk siswa, kartu pelajar, kunci asrama, seragam olah raga, semua sudah diberikan. Benar?"
"Benar, bu."
"Kartu pelajar itu bisa digunakan juga sebagai alat pembayaran di seluruh lingkungan sekolah. Untuk membeli minuman di vending machine, bayar makanan di kantin, mengambil uang di atm, juga membayar uang sekolah di ruang TU."

KAMU SEDANG MEMBACA
A LIFE
Teen FictionAku kacau... Kehidupanku juga kacau... Semuanya semakin jadi kacau, saat mereka datang di kehidupanku...