Author POV
"Udah sih, tinggal beli aja ribet banget." Caesar sampai heran ngeliat usaha Diko yang pantang menyerah itu, saat ngebuat tiramisu. "Riichi kan masih koma, gimana dia bia ngicipin?"
"Icipin." Lagi, untuk kesekian kalinya Diko meminta kesediaan sahabatnya itu mencicipi tiramisu buatannya.
Caesar manggut pelan. "Betterlah. Udah gak sepait sebelomnya."
"Tapi yang lainnya gimana?"
"Enak. Cuma masih agak pait."
Diko masih gak mau menyerah. Dia pun coba untuk membuat lagi. Namun, sayangnya kali ini bahan-bahan yang akan ia gunakan sudah terpakai semuanya.
"Anterin yuk!"
"Udah jam berapa sekarang?"
"Masih ada kali minimarket yang buka 24 jam.."
"Beliin aku nasi pecel tapi!"
"Yaaa ---"
Berhubung Ahsan lagi menemani ibunya di rumah sakit, jadi mereka cuma berdua saja malam itu.
"Nasi pecel emang masih ada yang buka?"
"Ada. Di deket pasar induk."
Caesar mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Meskipun besok weekend, tapi jalanan di ibu kota itu tetap saja gak ada matinya. Meski saat ini jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat.
"Ehh, tuh ada yang buka." Diko menunjuk ke arah gerobak berukuran sedang yang lagi mangkal di dekat halte.
Senyum Caesar mengembang. Dia semangat banget buat menikmati nasi pecel malam ini. Soalnya, kalau dipikir-pikir dari Kamis kemarin perutnya sama sekali gak kemasukkan sayur.
"Makan sini aja, bu!" ujar Caesar sambil pilih-pilih aneka gorengan yang ada di depannya. "Dik, lo mau juga?"
"Boleh."
Meski udah malam, masih ada juga yang membeli nas pecel milik suami isteri yang udah sepuh itu.
"Ehh, bukannya itu Mas Bima?"
"Mana-mana...?!" Mata Caesar membulat. Namun, semangat dan antusiasnya seketika menghilang saat dia melihat Bima yang sedang berada di atas motornya, membonceng sesosok wanita.
"Jangan-jangan pacarnya --"
"Yang dibilang Riichi berarti bener. Kalo aku gak berani ngomong duluan, pasti Mas Bima ---"
"Kalian...?" Bima pun tampak terkejut melihat kedua remaja itu.
"Ehh, mas." cuma Diko yang menyapa.
"Mas, aku pulang dulu ya." kata cewek yang diboncengin Bima, sambil melepas helmnya.
"Bukannya dia ---" Diko cuma bisa mengerjap.
"Mbak Ira yang kasih tahu, kalo di deket kontrakkannya ada yang jual nasi pecel enak banget."
"Tuh liat! Cewek itu kan yang kerja di coffee shopnya Mas Farhan."
"Ehheehee..., aku kira pacarnya --" Caesar jadi salah tingkah.
"Sar, disana ada minimarket yang masih buka. Aku kesana dulu deh."
"Oke!"
Bagi Caesar, inilah kesempatan emas buatnya bisa berduaan dengan Bima.
Diko pun menyeberang jalan. Dia berjalan ke arah berlawanan sejauh kurang lebih tiga ratusan meter. Sambil jalan, dia ngecek lagi bahan-bahan yang harus dibelinya, yang sebelumnya sudah ia catat di hapenya.
Ting..! Tong..!
"Selamat malam, selamat datang!"
Diko mengambil roti tawar, kopi bubuk, susu, gula, dan juga minuman soda dingin untuknya. Saat dia sedang berjalan di salah satu lorong, tanpa sengaja kakinya menginjak sesuatu.
"Kartu debit ini punya siapa...?" gumamnya. "Tapi, gak ada siapa-siapa lagi selain aku dan mereka."
Ting...! Tong...!
"Selamat malam. Selamat datang."
"Mas, lihat ada kartu atm jatoh gak?"
"Kayaknya gak ada, mas."
Diko langsung cepat tanggap. "Berarti kartu ini, punya orang itu." dia pun buru-buru membawa keranjang belanjaannya ke kasir. "Maaf, kartu debitnya yang ini bukan?"
Orang itupun sontak menoleh. "Bener!"
Namun, baik Diko dan orang itu, keduanya lantas terdiam mematung dengan mata terbelalak.
Diko menelan ludah. Dia merasa lidahnya sangat berat untuk mengatakan sesuatu.
"Ri ---"
Orang dengan topi putih dan masker hitam yang diturunkan sampai dagu itu, langsung merebut kartu debit itu dari tangan Diko.
"Kenapa juga aku harus ketemu sama si Kuning ini, disini sih...?!"
• • •

KAMU SEDANG MEMBACA
A LIFE
Novela JuvenilAku kacau... Kehidupanku juga kacau... Semuanya semakin jadi kacau, saat mereka datang di kehidupanku...