Tiga tahun kemudian...
"Riichi, bangun ---"
"Riichi ---"
"Riichi ---"
Aku menggeliat malas dengan kedua mata masih terasa berat dan lengket sekali.
Perasaan baru aja aku tidur, masa udah pagi aja lagi...?
"Jam berapa sih, Dik?"
"Udah jam enam petang.."
Sontak kedua mataku membuka seluruhnya. Kutatap Diko yang udah terbalut dengan satu setel kemeja formalnya.
"Udah malem lagi...?!"
"Aku udah bangunin kamu daritadi, Riichi."
"Kalo aku gak bangun-bangun, ya jejelin aja mulutku pake kontol kamu, Diko!"
Diko senyum kikuk dengan pipi langsung memerah. "Maaf, itu juga udah aku lakukan. Bahkan, aku sampai keluar tiga kali."
Aku langsung bergegas mandi, dan mengganti pakaianku dengan setelan kemeja yang apa adanya.
"Kadonya, Riichi?"
"Mana?!"
"Biar aku aja yang bawa."
Kami berdua bergegas masuk ke dalam lift, memperhatikan pantulan wajahku yang gak karuan melalui pantulan cermin di dalam lift.
Gimana bisa, aku ketiduran sampai selama ini?! Bahkan mulutku ini seperti mati rasa, karena sama sekali gak bisa ngerasain semburan demi semburan pejuh segar milik Diko...?!
"Ini sih kita udah telat, Dik."
"Rambut kamu ---" Diko merapihkan rambut hitamku yang makin hari makin tebal dan lebat. "Kamu tau gak, banyak anak-anak fakultas tekhnik yang ngomongin kamu."
"Bukan yang jelek-jelek kan?"
Diko geleng. "Mungkin aku gak ada apa-apanya dibanding mereka."
"Jangan mulai deh ---" aku memutar bola mataku. "Udah tiga tahun kita pacaran, dan tinggal bareng ---"
"Tapi, baru 38 kali kamu nusuk aku. Kamu ingkar janji, Riichi."
Lagi-lagi, dia mulai ngungkit masalah itu. Padahal, waktu aku dan dia lagi ngeseks, kita berdua tuh gak pernah ngeributin masalah role kita masing-masing! Bahkan, aku tau dia sangat menikmati posisinya sebagai top!
"Aku takutnya, aku akan keterusan dan lupa diri."
"Diko, aku tuh ---"
"Maaf."
"Aku belom selesai bicara."
"Aku gak mungkin cari orang lain, cuma untuk melakukan hal itu ---"
"Kalo gitu jangan protes lagi! Lagian, aku kan juga gak pernah minta ditusuk duluan! Kita kan bisa colbar sambil ciuman atau pelukkan..." aku menghela pelan. "Kamunya aja yang kesetanan, kalo udah ngeliat pantatku."
"Aku memang gak tahan, Riichi. Kamu terlalu seksi dan menggoda untukku."
"Selamat malam, Tuan Riichi..."
"Malam."
"Silahkan, Tuan Riichi --- Tuan Diko."
Jarak rumah Om Noah dan rumah Mas Doni itu lumayan jauh. Untuk menyingkat waktu, aku putuskan untuk naik helikopter menuju kesana. Lagian, ini bukan kali pertama aku ke rumahnya Mas Doni naik helikopter kok.
Cuaca malam ini, sangat terang dan indah. Bintang-bintang, bertaburan di seluruh langit kota Bogor.
"Agak dingin." Diko menggenggam tanganku.

KAMU SEDANG MEMBACA
A LIFE
Teen FictionAku kacau... Kehidupanku juga kacau... Semuanya semakin jadi kacau, saat mereka datang di kehidupanku...