39

278 50 0
                                    

Prrriiittt...!!

Orang yang lagi ngelatih Mando dan temen-temennya futsal, meniup pluit panjang. Mereka semua berkumpul di tepi lapangan. Entah apa yang lagi mereka bicarain. Tapi keliatannya sih serius banget.

Di meja minuman dan makanan, Oliver dan Kenta tampak lagi sibuk nyiap-nyiapin. Padahal sih, semuanya udah beres daritadi. Tapi dua cowok itu sok sibuk banget nata-natain meja dari satu jam yang lalu.

"Kalau mas lihat-lihat, sebetulnya dari cara latihan mereka ini jauh lebih baik dari siswa-siswa jurusan IPA dan Bahasa."

Aku noleh ke Mas Jimmy. "Aku juga punya pikiran gitu, mas."

Mas Jimmy pun memperlihatkan beberapa video dimana siswa-siswa jurusan IPA dan Bahasa yang lagi latihan futsal dan basket.

"Lihat aja, latihan mereka kacau kan?"

"Ckckck, latihan apaan kayak gini?"

"Armando dan teman-temannya, tidak pernah menang karena memang mereka gak pernah mendapatkan dukungan dan semangat."

"Hmmm, iya mas. Semoga aja mereka tetap kompak sampai hari pertandingan tiba."

Mas Jimmy merangkulku. "Kamu emang hebat."

"Muji-muji, jangan bilang kalo ada maunya..?"

"Loh, emangnya mas gak boleh memuji?"

"Hheehee, ya kali aja mas mau minta jatah gitu."

"Konsen belajar. Jangan berfikir yang jorok-jorok terus."

"Ceilehh, udah insyaf nih ceritanya?"

"Dek, mas pulang dulu. Kasihan mereka ditinggal terlalu lama."

"Hati-hati, mas."

Latihan futsal selesai sekitar jam sembilanan malam. Itu juga rupanya mereka memilih membawa makanan dan minuman, untuk dinikmati di asrama aja.

"Lo balik aja sama gue." ujar Armando pas aku, Oliver, dan Kenta lagi nungguin grab.

"Weekend bukan, emangnya kamu mau ngajak kemana?"

Tanpa mengatakan apa-apa, Armando narik tanganku menuju motornya.

"Kalian naik aja. Mobilnya avanza item. Udah aku bayar pake ovo tadi."

"Oke, Ichi." Kenta melambai.

Armando ngeluarin satu helm dari dalem bagasi motornya. Kusodorkan kepalaku, dengan wajah seimut mungkin padanya.

"Lo kenapa?"

"Pakein ---"

"Sok imut banget!" Dia geleng sambil nyalain motornya. "Buruan, naik!"

"Iya, bawel!"

Begitu naik, aku langsung aja peluk dia. Kupikir dia akan protes atau menepis tanganku. Tapi nyatanya, dia diem aja sepanjang perjalanan.

"Kita mau kemana sih?"

"Gue mau nyulik, lo!"

"Asiiikkk, pake acara diperkosa juga?"

Armando tiba-tiba ngerem. Dia ngelepasin tanganku, dan nyuruh aku buat turun.

"Helm ---" Dia minta supaya aku melepas helmnya.

Setelah aku memberikan helmnya, dia belokkin motornya, dan --- aku ditinggal sendirian di tepi jalan yang sepi dan gelap ini.

Tega banget...

Padahal kan, aku cuma bercanda...

"Woiii...!"

Kutegakkan kepalaku. Armando manggil dari rumah di seberang jalan itu. Belom sempat aku membalas, dia udah balik lagi nyamperin aku.

A LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang