Author POV
"Dua-duanya negatif."
Nanda menatap lekat adiknya. Keduanya diam membisu selama beberapa saat.
"Gak mungkin ---" Niko seolah masih tak percaya dengan hasil tes DNA itu. "Kalau Riichi bukan adek kita, lalu ---"
"Tolong jangan pernah membenci Octavian." ujar Nanda pelan, namun tegas. "Bagaimanapun juga, dia sudah tinggal dan besar bersama dengan kita."
Niko berjalan menuju jendela. Pikirannya benar-benar kalut. "Kalau begitu, memang benar adik kita sengaja dibuang."
"Terus, kamu mau menuduh siapa? Kakek?"
"Tapi kenapa firasatku ---"
"Firasat lagi, kamu bilang?!" Suara Nanda meninggi. "Sekarang gini --" dia mendekati adiknya. "Okelah kita menemukannya. Tapi, dengan kondisi tidak sempurna. Apakah kamu yakin, masih mau menerimanya?"
"Yakin, mas!"
Nanda tertawa sinis. "Yakin, katamu?" dia geleng sambil meremas sebelah pundak adiknya. "Orang sepertimu...? Mas ragu..."
"Ragu kenapa?"
"Sudahlah. Mas ada operasi satu jam lagi. Sebaiknya kamu pulang dan temani mamah."
Saat keduanya baru saja keluar dari lift, ponsel Niko berdering. Dia buru-buru menjauh dari Nanda, karena dia tidak mau kalau sampai kakaknya itu mengetahui siapa orang yang meneleponnya saat itu.
"Pasien korban tabrakkan...!!"
"Bagaimana kondisinya...?"
"Korban terpental beberapa meter, dengan posisi kepala membentur tiang listrik."
"Tanda vital...?"
"Stabil, dokter."
Nanda terus memperhatikan dua juniornya yang sedang memeriksa korban tabrak lari tersebut. Sambil memeriksa hapenya, dia berjalan menuju vending machine.
"Korban bernama Riichi Lionel."
"Walinya?"
"Tidak diketahui, dokter!"
"Riichi ---" Nanda menerawang.
'Riichi Lionel, mas. Dia itu temannya Octavian!'
"Riichi ---" Nanda pun balik badan. Dengan langkah tegap dan pasti, dia menghampiri sosok remaja yang tengah bersimbah darah itu. "Bagaimana?"
"Denyut nadinya lemah, dokter!"
"Siapkan ruang operasi!"
"Tapi, Dokter Nanda ---"
"Biar saya yang tanggung jawab..!"
•
•
•
•
•"Dokter Nanda..."
"Iya, sus?" Nanda seketika tersadar. "Apa sudah berhasil menghubungi walinya?"
"Tidak, dok. Tidak ada wali. Dan tidak ada nomer lain yang bisa dihubungi."
"Baiklah. Terima kasih."
Nanda berjalan memasuki ruangannya, sambil terus memperhatikan dompet biru tua yang sudah agak lusuh milik Riichi.
Pikiran dan hatinya gelisah tak menentu. Bahkan sejak dia mengoperasi remaja kurus dengan sebuah tanda lahir berbentuk lingkaran hitam berukuran kecil di lehernya.
'Mas, kenapa adek gak belgelak ya..?'
'Papah, kenapa adek gak ada suaranya...?'
'Iya. Sejak lahil, adek gak nangis dan belgelak, papah.'

KAMU SEDANG MEMBACA
A LIFE
أدب المراهقينAku kacau... Kehidupanku juga kacau... Semuanya semakin jadi kacau, saat mereka datang di kehidupanku...