33

316 55 0
                                    

"Riichi, sini...!!" Kenta narik-narik tanganku. "Itu tuh, ketua OSISnya. Kamu belom liat kan?"

"Yang mana sih...?"

Pintu ruang kelasku tiba-tiba terbuka. Armando nongol sambil menatapku tajam.

"Lagi ngapain kalian?"

"Lagi ngocok arisan!" tukasku.

"Ari ---"

"Udah tau lagi ngintip, pake nanya segala. Kenta, yang mana orang ---" pas aku noleh lagi, taunya si Kenta udah balik duluan ke kursinya. "Kenta dih gitu!"

"Aku mau bales wa dulu.."

Aku samperin aja si gendut itu. "Kalo mau balik, ajak-ajak kek!"

"Hehe, maaf. Soalnya aku takut sama Armando."

"Kenapa mesti takut? Kan badanmu lebih gede. Tinggal digempet aja, pasti jadi gepeng itu orang."

"Bahasanya kampungan banget.."

Seketika aku noleh ke Armando. Aku yakin banget, pasti yang barusan itu suaranya dia.

"Aku yakin, pasti cowok yang modelannya kayak zombie itu belom pernah pacaran."

"Emang kamu udah pernah?" tanya Kenta.

"Belom juga sih. Hhihii.."

"Norak."

Mendadak emosiku naik sampai ubun-ubun. Aku semperin kursinya, dan akan kubuat perhitungan dengannya.

"Nih ambil." kusudorkan lencana ketua kelas yang baru kudapatkan tadi, padanya.

"Apaan?" dia malah menatapku balik.

"Kamu mau ini, kan?"

"Ganggu aja."

"Aku belom selesai ngomong!" kucopot paksa sebelah earphonenya. "Aku emang siswa pindahan dari Bogor. Aku emang norak dan udik. Tapi kamu ---"

"Aku lagi nonton." Dia ngasih liat layar hapenya. "Jadi orang jangan suka kepedean."

"Nonton apaan?" aku jadi kepo. "Ohh, drama series dari Thailand ya." aku malah ikutan duduk di sebelahnya. "Aku cari-cari kan belom ada. Tapi kok kamu bisa nonton duluan?"

"Riichi, aku udah beliin pesenan kamu nih...!"

"Kamu abis beli apaan, Oliver?" tanya Kenta.

"Aku disuruh Riichi beli somay. Tadi si bapaknya juga pinjemin kita piring sama garpu."

"Riichi, kamu traktir nih ceritanya?"

"Asiik, lah...!!"

"Wahh, kayaknya kita bakalan sering makan-makan nih.."

"Riichi, katanya kamu sekolah disini dapet beasiswa." ucap Kenta yang ngebuat semua pasang mata, tiba-tiba terpusat padaku.

"Iya. Emang kenapa? Kalo aku dapet beasiswa, aku gak boleh traktir gitu?" balasku sambil ngambil beberapa potong siomay dan kol.

"Bukannya gitu, tapi ---"

"Tenang aja, aku kan abis jual kambing sama ayam di kampung halaman."

"Riichi..."

Pintu ruang kelasku yang tadinya ketutup rapat, tiba-tiba terbuka dengan kasar sekali. Kita semua kaget pastinya. Apalagi di depan pintu sana, kondisinya tuh bisa dibilang rame banget.

"Kak Riichi!! Itu beneran Kak Riichi!"

"Kakak...!!"

"Kakak sekolah disini juga ya...?!"

A LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang