14| Meet Again

574 40 0
                                    

Kalau Luna yang berpakaian formal saja sudah begitu menawan, maka Luna dengan sneli jelas berkali-kali lipat dari itu. Auranya benar-benar menunjukan bahwa dirinya memang terlahir sebagai seorang Dokter.

Kalau bukan karena mengambil cuti panjang, mungkin saat ini Luna sudah resmi dengan gelar Dokter spesialis. Tapi, toh Luna tidak menyesalinya. Begitupun saat hari ini hanya bertugas sebagai asisten Dokter Henry dalam pemeriksaan.

"Dokter Luna," Dokter Henry menyerahkan ambul dari sampel darah terakhir kepada Luna. "Tolong label namanya."

Luna mengangguk dan memberikan label nama sebelum bergerak untuk meletakannya di stein bersama dengan sampel yang lain. Gerakannya cekatan dan sekaligus teliti. Untuk alasan itulah banyak dokter yang menyukai bekerja bersama dengan Luna. Catatan dari chart hasil pemeriksaan kemudian dikumpulkan menjadi satu dan baru Luna mengurutkannya sesuai usia serta abjad nama.

"Sudah selesai Dokter?" Ibu Kasih menemui anak terakhir yang diperiksa dan baru mendekati keduanya. Senyuman lebarnya tampak seramah biasanya.

Dokter Henry tersenyum dan segera menyalami Ibu Kasih. Luna kira hanya menyalami biasa tapi ternyata Dokter Henry mencium tangan Ibu Kasih. Cium tangan loh ini!

"Bunda apa kabar? Maaf Henry jarang mampir—"

Tangan Ibu Kasih sudah lebih dulu menarik telinga Dokter Henry. Luna tidak bisa untuk tidak terkejut melihat interaksi semacam ini.

"Ampunn Bunda..." Dokter Henry meringis-ringis meski tidak serius.

"Anak nakal ini... sudah lupa pulang, iya? Nggak kangen sama adik-adik disini?" Ibu kasih mencoba menggalakkan wajah meski gagal. Sekejap tangan pengurus panti tersebut sudah berganti mengusapi kepala Dokter Henry. "Bunda dan adik-adik padahal sudah kangen sekali..."

"Iya Bunda, maafkan Henry. Sampai satu minggu lalu Henry masih selesaikan ujian."

Luna tahu itu. Seniornya ini memang hanya berjarak beberapa tahun diatasnya tapi prestasi sekaligus tingkatan golongan mereka sangat berbeda. Pada umur semuda itu, Dokter Henry bahkan sudah menyelesaikan ujian tingkat dan ujian untuk penempatan spesialis.

"Bulan depan Henry sudah pindah ke bangsal VVIP Bunda. Semua berkat doa Bunda dan adik-adik." Dokter Henry tersenyum lebar. Jenis senyum yang mengandung kebanggaan sementara kedua matanya dibayangi basah.

Ibu Kasih menatapnya berkaca-kaca. Selanjutnya yang terjadi adalah Dokter Henry yang mengulurkan tangan dan memeluk hangat. Jelas sekali suasana haru diantara keduanya menunjukkan ikatan yang lebih dekat dibandingkan seorang kenalan lama.

"Sudah Bunda, Henry malu kalau masih dikhawatirkan begini padahal sudah sebesar ini."

Ibu Kasih tampak menghapus sisa air mata sebelum menatap Luna. Wajah Ibu Kasih terlihat benar-benar bersahaja saat memandang lembut begitu. Luna sampai merasa tidak enak sendiri karena hanya berdiri diam dengan interaksi semacam itu.

"Maaf ya, Nak Luna Ibu langsung terbawa perasaan begini. Kamu pasti bingung," Ibu Kasih meraih lengan Dokter Henry untuk mendekat. "Henry ini salah satu anak asuh Ibu disini. Sejak dulu Ibu selalu yakin kalau anak nakal ini pasti akan sukses suatu hari nanti, dan terbukti benar. Dengan usaha dan kerja keras, Henry bisa meraih mimpinya. Ibu sampai terharu melihatnya dengan jas dokter begini..."

Dokter Henry mengusap-usap lengan Ibu Kasih. Untuk pertama kalinya, Luna mengulas senyuman. "Dokter Henry adalah Dokter yang hebat."

"Terima kasih, Dokter Luna." Dokter Henry membalas dengan senyuman serupa. Ada kesan bangga dan malu-malu padahal sebelumnya bahkan sempat memamerkan diri dan pencapaian.

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang