3| Dua-duanya

543 38 0
                                    

Luna bukan anggota BEM Universitas, tapi melihat gadis cantik tersebut berada di sekitar sekretariat BEM jelas bukan pemandangan baru lagi. Hampir setiap sabtu sore Luna akan duduk di salah satu bangku taman belakang gedung rektorat untuk menunggu Dewa.

Beberapa ada yang menawarinya minum atau bahkan terang-terangan ingin mengantarkannya pulang. Tahu apa yang dilakukan Luna? Jangankan sennyum, menoleh saja tidak. Luna memang tidak suka berbasa-basi apalagi kepada orang yang tidak dikenalnya.

Gedung fakultas kedokteran berada di sisi yang berlawanan hingga tidak heran dari banyaknya mahasiswa yang sengaja lirik-lirik tidak ada satupun yang benar-benar dikenalnya. Di fakultasnya sendiripun, Luna tidak terlalu mengenal banyak orang. Bukan dengan menongkrong atau hang out bersama, cara anak fakultas kedokteran berinteraksi. Selalu ada diktat dan tumpukan jurnal yang menjadi interaksi utama diantara para mahasiswa cendekia fakultas kedokteran.

Sementara disini, fakultas Hukum dan Tekniklah yang mendominasi. Orang-orang dengan suara keras dan suara tawa yang cukup mengganggu. Luna tidak tahu bagaimana mereka saat suasana belajar karena sepertinya tidak pernah melihat keseriusan.

"Lun, nunggu Arjuna apa Dewa?"

Luna mengangkat pandangan dari diktat ditangannya. Dihadapannya berdiri Aaron, ketua BEM Universitas yang beberapa kali dikenalkan Dewa hingga Luna merasa tidak enak mengacuhkannya.

"Ini sabtu sore Bang, si Arjuna jadwal track jadi pastilah nunggu si Dewa rapat di dalem," seorang berpakaian sama pdh menjawab pertanyaan Aaron dengan menyengir. Yakin sekali dengan jawabannya.

"Dewa Kak." jawab Luna kalem.

Benar-benar lempeng dan tidak menunjukan nada sok kenal seperti mahasiswi lain saat ditanyai Aaron. Lagipula menurut Luna, orang-oranglah yang sok kenal kepadanya dan bukan sebaliknya.

"Nah kan apa gue bilang! Udah rame juga noh di grup angkatan gue!" anggota BEM yang sepertinya salah satu anak TI tersebut menunjukan layar ponselnya dengan kelewat bersemangat.

Aaron melirik sebentar sebelum menghela napas, dipandanginya anggotanya tersebut serius. "Cari mati emang pada, kalo Arjuna ngamuk gue nggak urusan ya."

"Lah emang bener kan?"

Luna yang merasa sedang dibicarakan mengerutkan kening tidak mengerti, "bener apanya?"

Anggota BEM tersebut langsung menatap Aaron kikuk. Sementara Aaron hanya geleng kepala saja melihat anggotanya, giliran ditanya malah tidak berani menjawab.

"Anak-anak FTI, mereka pada taruhan lo disini lagi nungguin Arjuna atau Dewa yang lagi pada rapat di dalem."

Kerutan di kening Luna memudar digantikan raut datarnya meski ada sedikit nada geli saat mengucapkan, "kurang kerjaan."

"Makanya kalau mau mereka punya kerjaan biar nggak ngurusin urusan orang lain, lo laporin aja sama Arjuna gih. Dijamin mereka bakal baris disini sambil bawa kertas karton gede sambil teriakin toa buat minta maaf." Aaron tersenyum miring, terutama saat anggotanya langsung menggeleng-geleng tidak setuju.

"Bagus juga ide lo, Kak."

Aaron menaikan alis dengan sunggingan senyum. Jelas sekali ketua BEM nya ini memiliki kharisma tersendiri hingga banyak diidolakan di kampus, tapi jelas bukan Luna salah satunya.

"Gue mau masuk, lo mau ikut apa tetep tunggu disini?" Tanya Aaron meski tahu jawaban Luna.

"Gue disini aja."

"Oke. Bentaran paling Dewa selesai." Aaron berlalu menuju ruang sekretariat BEM.

Aaron benar, tidak sampai dua puluh menit anak-anak BEM yang rapat mulai keluar dari sekre. Luna tahu Dewa akan selalu menjadi yang terakhir keluar, mengurusi para anggota kecentilan yang tidak ada habisnya modus minta diantarkan pulang.

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang