"Dari A ke C, baru abis itu balik D minor. Ini—ack!"
Arjuna langsung menarik tangan saat Luna memukulnya lumayan kencang. Sahabatnya yang satu ini memang tidak terkalahkan bar-barnya. Terlebih saat dibuat kesal seperti saat ini.
"Pelan-pelan ngajarinnya! Ini tangannya susah juga mau pindah."
"Sakit Lun," Arjuna menunjukan punggung tangannya yang terlihat memerah.
Luna melengos. Sama sekali tidak ambil pusing keluhan Arjuna. Lagipula siapa suruh tidak sabaran. Luna tahu dan sudah hapal urutan kunci nadanya, hanya saja jari-jarinya ini yang susah sekali untuk berpindah frets secepat tempo lagunya.
"Udah cepetan ini dengerin, aku udah bisa melodi awalnya." Luna kembali menekankan ibu jari dan jari manis di senar ke dua dan empat, kunci C.
"Dari tadi gue juga disini dengerin. Cuman lo telat ketukannya—"
Arjuna langsung membuat gerakan mengunci mulut dengan ibu jari saat Luna menatapnya kesal. "Diem, bisa?"
"Lagian lo ngapalin speach bahasa inggris tiga lembar hvs aja cepet, giliran ngapalin kunci gitar enam baris doang susahnya minta ampun."
"Gue hapal kuncinya, tapi tangannya yang susah pindah."
Arjuna geleng kepala. Untuk meng-genjreng saja Luna butuh waktu sekitar satu minggu sampai suaranya tidak lagi terdengar aneh.
"Otak kognitif lo itu perlu dikurang-kurangin makanya biar psikomotoriknya jalan."
Luna langsung merengut kembali dikatai begitu. Setidaknya Luna bukannya buta nada, hanya saja menyanyi dan memainkan alat musik adalah dua hal yang sangat berbeda. Apalagi gitar, Luna benar-benar belajar keras untuk bisa mahir memainkannya.
"Yaudah gue mulai dari awal—" Luna sudah siap menempatkan jarinya saat Arjuna menahan, tangan Luna ditarik untuk kemudian diusap-usap.
"Nanti lagi, sekarang istirahat." Arjuna mengamati telunjuk Luna yang sampai membekas senar gitar, ada juga bekas kemerahan di ujung jari manisnya, "ini sampai begini, putus lagi senarnya?"
"Hmm." Luna meletakan gitar dipangkuannya pada kursi disebelahnya, "maaf."
Arjuna menggeleng dan ganti menggenggam tangan Luna. "Gitarnya udah buat lo, jadi nggak perlu maaf-maaf segala."
Luna mengangguk dan menarik tangannya untuk mendekatkan gelas smooties dihadapannya. Arjuna menahan sehingga Luna tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan tangan kirinya.
"Udahan latihannya?"
Luna menatap Arjuna yang baru saja mengecek ponsel, membalas pesan lalu kembali memasukannya kedalam saku hoodie.
"Mau kemana?" kata Luna seolah tahu kemana tujuan Arjuna begitu mengantarkannya pulang.
"Gue nggak main, cuma jemput Abim. Track nya agak basah jadi dia kepeleset, minta dijemput balik."
Arjuna tahu alasan Luna melarangnya kembali ke sirkuit. Diantara mereka berlima memang hanya dirinya dan Abimanyu yang menyukai balapan, bahkan keduanya tergabung dalam komunitas sendiri dan memiliki jadwal latihan.
Hari ini memang ada balapan di Sentul dan dirinya absen karena sudah ada janji dengan Luna untuk mengajarinya bermain gitar. Luna tidak pernah suka tempat ramai dan berisik seperti itu sehingga tidak mungkin membawanya kesana.
"Udah mau balik?"
Keduanya menoleh pada Pandu yang baru saja sampai.
"Gue mau ke Sentul samperin Abim, lo mau ikut?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
ChickLitLuna mencintai Dewa. Itu yang selama ini dirinya yakini dengan terus berada disisi sahabatnya yang tidak lagi memiliki keadaan fisik seperti dulu. Dewa sakit, dan Luna selalu mengusahakan yang terbaik sampai saat masa lalu kelam keduanya terungkap. ...