47|Maaf

501 47 13
                                    

Arjuna berjalan gontai memasuki ruangan istirahat. Baru saja dirinya selesai melakukan konferensi pers di auditorium Central Hospital. Ditariknya kerah kemeja yang terasa mencekik lehernya. Beberapa butir kancingnya membuka dan lepas.

Abimanyu memasuki ruangan dan tampak sama lelahnya. Bahkan wajah sahabatnya tersebut tampak lebih tertekan dibandingkan dirinya sendiri. "Tenang aja, semua resikonya biar gue yang tanggung."

Tidak ada jawaban dari Abimanyu selain hembus napas lelahnya. Keduanya jelas baru saja melakukan hal yang menguras emosi juga ketegangan mengingat aksi nekat yang merupakan ide impulsif dari Arjuna ini.

"Tapi Bim, nama Central Hospital nggak akan hancur cuma karena masalah kecil begini kan? Ngeri juga kalau sampai Nyokap lo yang anggunly itu sampai keluar tanduknya."

Kalau masalah itusih, Abimanyu lebih tidak peduli lagi. Semakin maminya murk justru itu semakin bagus baginya. Memang dasarnya senang membuat masalah sejak kecil kalau itu menyangkut maminya Abimanyu ini.

"Itu bisa gue urus nanti-nanti."

"Yakin aman?"

Bagi Abimanyu, pertanyaan Arjuna ini benar-benar tidak diperlukan. Padahal dirinya saja sama sekali tidak mengambil pusing hal tersebut. Selain maminya, paling tidak ada papi dan grandpa nya bisa dirinya andalkan untuk menyelesaikan masalah ini kalau terkait perusahaan.

Tapi, juatru hal lain yang mengusiknya, "sudah ada kabar dari Bokap lo?"

Arjuna menaikan sebelah alisnya. "Ponsel gue masih belum gue nyalain. Gue tahu selama ini Ayah sengaja memasang aplikasi pelacak dan beresiko kalau gue belum mau dipaksa pulang sekarang."

"Terus?"

Arjuna mengedikkan bahu, "ya, gitu."

Ingin rasanyaAbimanyu menendang wajah sahabatnya ini. Dengan menahan decakan dirinya mendesis, "sehat lo? Memangnya nggak khawatir sama sekali apa? Tunangan lo itu diculik. Di-cu-lik! Sampai sekarang lo bahkan nggak berusaha untuk mencari tahu!"

"Udah gue bilang kan, masalah sepele begitu bisa diberesin Ayah sambil merem malahan. Udahlah sekarang kita fokus pada pencarian Luna dan Dewa, mereka lebih membutuhkan kita!"

Abimanyu tampak masih belum terima meski akhirnya hanya menggerutu sebagai bentuk ketidakpuasannya. "Kalian mau bertunangan jadi paling nggak lo harus tanya gimana perkembangannya, babi! Memangnya apa susahnya sih nanti tinggal lo matiin lagi ponselnya."

"Kenapa sih?" Decak Arjuna karena Abimanyu terus memaksa. "Lagian yang bertunangan kan gue, kenapa lo yang ribet. Elah!"

"Seruni itu calon istri lo! Sadar nggak sih kalau semua ini nggak adil buat dia?"

Arjuna menyerongkan posisi duduk dan kini menatap Abimanyu dengan lebih serius. "Gue menganggap Seruni seperti adik kandung gue sendiri, babi!"

"Terus kenapa lo setuju pertunangannya?!" Hampir saja Abimanyu meninju wajah Arjuna yang seolah tidak bersalah tersebut.

Arjuna terlihat berpikir dan mencari alasan yang tepat. Setelahnya justru menggaruk dagu dan menggumam. "Karena Bunda yang minta. Gue kan memang paling nggak tega-"

"Anjing lo!"

"Woi!" Arjuna menyeru tidak terima. "Nggak usah ngegas, bisa?"

Sadar akan sikapnya yang sudah kelewatan, Abimanyu akhirnya memilih beranjak untuk beralih dari sisi Arjuna. Bisa aja dirinya kehilangan kendali dan justru berakhir dengan adu jotos padahal statusnya Arjuna adalah pasien yang kabur dengan keretakan tulang pergelangan tangan.

Di ruangan tersebut kebetulan memang dilengkapi dengan kulkas mini dan Abimanyu memilih meredam emosinya dengan menenggak sebotol air mineral dingin. Tidak tahu saja kalau satu pertanyaan bodoh dari Arjuna langsung membuatnya tersedak dan hampir saja mati karenanya.

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang