Luna baru saja keluar dari lift saat mendapati Arjuna berdiri menyandarkan punggung dan melipat tangan disisi kiri lift. Ketara sekali sedang menunggunya. Ekspresi wajahnya langsung was-was seketika. Ini dirumah sakit dan Luna baru saja selesai mengurus approvement stase penyelesaiannya.
"Kamu mengikuti aku?!" Luna bertanya dengan penuh penekanan. Sengaja menunjukkan raut tidak senangnya atas kehadiran Arjuna.
Wajah Arjuna tidak segarang sebelumnya. Atau mungkin lelaki tersebut sudah bisa mengendalikan emosinya ketika memutuskan untuk menemuinya. Dipandanginya Luna lekat, dirinya bahkan siap seandainya Luna memaki atau menamparnya lagi kali ini.
"Please Lun, kasih aku kesempatan buat menjelaskan semuanya."
Luna melirik selasar lorong menuju ruangan Dewa. Seharusnya dirinya tahu kalau Arjuna memang sangat mampu untuk melakukan semua ini. Ruangan perawatan Dewa hanya beberapa unit dari tempatnya berdiri dan membiarkan Arjuna disini jelas bukan sesuatu yang boleh dilakukannya.
Entah bagaimana Arjuna bahkan bisa mengikuinya sampai lantai 25!
"Nggak ada yang mau aku bicarakan sama kamu." Sinis Luna. Masih begitu sakit hati atas keputusan Arjuna yang memilih bertunangan dengan perempuan lain. "Bicara saja sama Seruni. Kalian kan bertunangan."
"Enggak gitu, Lun... Seruni bukan siapa-siapa. Dia bahkan sudah aku anggap sebagai adik." Kembali Arjuna memelas. "Please..."
Ternyata memang tidak banyak yang berubah dari sosok lelaki dihadapannya ini. Sekali lihat saja, Luna sudah tahu kalau Arjuna bersungguh-sungguh. Arjuna mengatakan kejujuran dan sepertinya memang tidak memiliki perasaan apapun kepada Seruni.
Lalu... tiba-tiba saja Luna merasa bodoh. Ternyata begitu mudahnya dirinya luluh...
"Aku bahkan berani bersumpah, Lun... cintaku sudah habis di kamu—"
Tekanan suara Arjuna yang mengeras membuat Luna melirik sekeliling. Ini bukan waktu yang tepat apalagi Dewa begitu dekat dengan posisi mereka saat ini. Mereka harus menjauh, entah untuk berbicara atau apapun itu.
"Oke. Tapi nggak disini." Luna langsung berbalik dan kembali menekan tombol lift. Sementara tanpa diperintah dua kali, Arjuna mengikutinya dengan hembusan napas lega.
Ting!
Suara lift berdenting dan masih tanpa kata, Luna melenggang keuar. Keduanya memilih duduk di salah satu bangku taman rumah sakit. Suasana sehabis hujan diluar membuat area taman sedikit sepi dari para pasien yang keluar sekedar menghirup udara segar.
Luna sengaja membawa Arjuna ke lantai satu, sejauh mungkin dari tempat Dewa. Ponsel Luna mati untuk bisa memperingatkan Ranti atau Dokter Farhan tapi setidaknya dirinya bisa menjauhkan Arjuna dari lantai 25 untuk sementara waktu.
"Waktu kamu lima menit dari sekarang." Luna menatap datar dan sengaja menunjuk jam tangan di pergelangan tangan kirinya.
Arjuna lebih dulu menghela napas sebelum sedikit menggeser posisi duduk pada Luna yang tampak tegang disebelahnya. Tahu kalau Luna sedang mencoba untuk menjaga jarak darinya dan tentu tidak akan dirinya biarkan.
"Aku dan Seruni itu... kami dijodohkan." Arjuna melirik Luna yang tampak melirikny tetapi terlihat tidak sama sekali terkejut. "dia itu... cucu dari saudara jauhnya Bunda. Dari awal aku menyayangi Seruni seperti aku menyayangi Camelia. Dia sudah aku anggap sebagai adik... nggak lebih, Lun. Sumpah!"
Luna sedikit banyak tahu tentang adik perempuan Arjuna yang bernama Camelia. Meskipun belum pernah bertemu secara langsung tetapi Arjuna sering sekali bercerita tentang adiknya tersebut dulu. Meski tidak pernah mendengar mengenai Seruni ini, tapi entah kenapa Luna begitu saja mempercayai.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
ChickLitLuna mencintai Dewa. Itu yang selama ini dirinya yakini dengan terus berada disisi sahabatnya yang tidak lagi memiliki keadaan fisik seperti dulu. Dewa sakit, dan Luna selalu mengusahakan yang terbaik sampai saat masa lalu kelam keduanya terungkap. ...