27|Konvulsi

881 65 5
                                    

"Mas Dewa?"

Kelopak yang terpejam milik Dewa perlahan menunjukkan gerakan samar. Tidak lama mengejang dengan usaha untuk membuka. Bola mata didalamnya hanya terlihat putihnya saja.

"Mas... bangun, tidurnya jangan terlalu lama nanti kepalanya jadi pusing."

Kalimat-kalimat bujukan bernada pelan tersebut ditujukan untuk memberikan rangsangan pada alam bawah sadar Dewa. Disisinya, ada Ranti yang sudah kembali sebagaimana penampilannya yang biasa. Lengkap dengan wajah polos dan tatapan ramah.

Gel pada kedua pelipis Dewa sudah dibersihkan dan begitu pula dengan lempeng elektroda yang sebelumnya digunakan. Dokter Farhan juga sudah pergi sejak satu jam lalu dan setelah prosedur pemulihan selesai, Ranti mulai membangunkan Dewa.

Bibir Dewa dibalik masker oksigennya mulai bergerak-gerak membuka. Uap tebal bergumul dan ketika akhirnya iris redup dibalik kelopak matanya muncul, Dewa hanya terus menarik dan menghembuskan napasnya kuat.

"Bernapas pelan-pelan..." Ranti mencoba untuk mengelus dada kurus Dewa.

"Anghh—" lenguhan kecil terdengar berikut dengan uap tebal yang semakin padat.

Senyuman ramah Ranti terulas, "iya... pelan-pelan saja Mas, tidak apa-apa." Tangannya menarik bagian penutup kepala Dewa dan merapihkannya. "Apa masih pusing?"

Sementara itu, Dewa mengerjap pelan. Sebentar-sebentar tatapannya tampak linglung lalu menguap tipis. Terlihat lelah seklaigus mengantuk.

"M—mbaak..." lirihnya dengan teredam masker oksigen.

"Iya, ini saya. Mbak Ranti."

Dengan sabar, Ranti menunggu hingga Dewa mampu diajak kembali berkomunikasi. Otaknya masih perlu beradaptasi terutama setelah pengambilan rekam data sebelumnya yang cukup tiba-tiba.

"Aku... kenapa?" Nada suaranya yang lemah terlihat sangat kebingungan.

"Mas Dewa tadi tidak sengaja ketiduran setelah perawat datang buat ganti kantung urine. Saya biarkan saja karena Mas Dewa terlihat kelelahan sekali." Senyum Ranti kembali terlukis. "Sudah ingat sekarang?"

Bola mata Dewa berotasi lambat. Bibirnya membuka dan berselang satu menit kemudian dirinya mengerjap lagi. Kesadarannya tipis sekali. "Hnghh... aku... tidur..."

"Benar. Tadi tidurnya juga pulas sekali."

Dewa kembali membuka mulutnya, "hngh... mengann—tuk..."

Lalu Ranti tersenyum puas. Selama beberapa saat, ditunggunya Dewa hingga lebih siap untuk kembali berkomunikasi. "Tidurnya sudah cukup, jadi sekarang saya naikan sedikit ya bed nya? Nanti sekalian tunggu Non Luna pulang."

Dewa mengangguk lemah. Lalu Ranti mulai menekan tombol pada remote yang mengatur bed otomatis. Sengaja mensettingnya agar posisi kepala menjadi sedikit lebih tinggi. Dewa juga terlihat diam saja selain terus mencoba mepertahankan kesadarannya dan membuka mata.

"Sudah nyaman?"

Bibir Dewa membuka, "emhh..."

Selimut sedikit dilipat turun diarea pinggang. Lalu Ranti mengeluarkan tangan Dewa dari dalam selimutnya dan menatanya seolah menumpu diatas perut. "Sekarang, coba untuk mengatur napas. Pikirkan hal-hal baik seperti... Non Luna."

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang