"Arjuna yang mengantar?"
Dengan pipi bersemu, Seruni mengangguk. Memang bisa dikatakan jarang sekali tunangannya yang super sibuk itu bisa meluangkan waktu untuk mengantarkannya apalagi dihari kerja seperti sekarang ini.
"Bunda ikut senang kalau kalian semakin dekat. Apalagi sudah mau menikah, jari harus lebih sering menghabiskan waktu berdua. Sering-sering pergi bersama atau hanya sekedar makan jug nggak masalah. Bonding untuk pasangan itu sangat penting."
"Minta doanya saja ya, Bunda." Seruni lantas meraih sebelah tangan Ibu Kasih untuk disalimi.
Keduanya berjalan bersisian menuju teras depan dimana Arjuna yang sejak datang hanya duduk diam dan melipat tangan didepan dada. Ekspresi wajahnya masih terlihat tegang dan Seruni bahkan tidak berani banyak bertanya.
"Kalau mau tunggu Seruni, ikut masuk di dalam saja Nak Juna. Nanti setelah anak-anak selesai diperiksa kita makan siang bersama-sama."
"Nggak perlu repot, Bunda. Ini saya kebetulan saja karena tadi supirnya Mama harus mengantar adik saya ke tempat bimbel." Arjuna hanya megulas senyum kecil. Tidak sopan juga rasanya terus memasang wajah kaku dan muram dihadapan ibu panti yang begitu ramah dan bersahaja ini. "Oh iya, ini pemerikaannya kapan dimulai?"
"Nah... pas sekali kamu tanya. Itu dokternya datang."
Percuma saja Arjuna menyiapkan diri karena begitu berbalik badan justru bukan orang yang diharapkannya yang datang. Dokter Henry terlihat berjalan cepat bersama seorang asisten dokter yang sama sekali tidak Arjuna kenali.
"Lama sekali, macet?" Ibu Kasih memberikan tangannya untuk disalimi sementara Seruni berdiri kesisi Arjuna.
"Dokternya beda?" Gumam Arjuna lebih kepada Seruni yang ada disisinya.
"Iya. Dokter yang kemarin katanya izin sakit. Beberapa hari ini nggak masuk—"
"Kenapa kamu nggak bilang?" Arjuna menoleh cepat. Lalu, saat menyadari sudah tanpa sengaja menaikan nada bicara dirinya langsung mengalihkan tatapan. "Maaf, aku nggak bermasud membentak."
Meski terlihat masih terkejut tapi Seruni tetap mengangguk kecil. "Kak Arjuna menunggu—"
"Kamu tolong kirimkan nomor kepala staf yang waktu itu aturkan jadwal untuk pemeriksaan ulang dari Abim. Nanti pulangnya dijemput supirnya Lia. Aku mendadak ada urusan di kantor." Dan Arjuna berbalik pergi. Hanya satu langkah sebelum kembali untuk menyerahkan kartu dalam dompetnya pada Seruni. "Kamu saja yang ajak anak-anak jajan nanti. Sekalian pamit sama Bu Kasih."
Seruni tidak protes apapun dan Arjuna juga mempercepat langkahnya menuju mobil. Mesin mobil dinyalakan dan menderum pelan sebelum benar-benar meninggalkan area pelataran panti asuhan tersebut.
Sia-sia waktu setengah harinya. Tidak tahu saja Arjuna bahkan sampai menjadwalkan ulang meeting bersama kolega pentingnya. Tidak sabar begitu mendapatkan pesan dari Seruni, Arjuna langsung meraih ponsel miliknya. Tidak sama sekali ragu untuk menyetir dengan menggunakan satu tangan. Sebelah tangan lainnya digunakan untuk memegangi ponsel karena earpiece miliknya entah terselip dibagian mana di dalam mobil.
Luna bisa saja berpura-pura sakit seperti apa yang diktakan oleh Seruni. Tapi Arjuna lebih percaya kalau ini hanya akal-akalan Luna saja untuk menghindarinya. Arjuna tahu itu! Tidak mungkin Arjuna biarkan Luna kabur lagi seperti lima tahun lalu!
Sudah cukup mereka bermain kucing-kucingan selama ini. Entah koneksi atau pengaruh dari siapa sampai Arjuna sekalipun kesulitan melacak keberadaan Luna selama lima tahun belakangan.
Tapi semunya menjadi jelas sekarang. Pastas saja karena ternyata selama ini Luna pindah ke luar negeri. Jerman katanya? Bah! Apa-apaan itu?! Dulu Luna pergi tanpa kabar dan sekarang mau begitu lagi? Tidak akan Arjuna biarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
ChickLitLuna mencintai Dewa. Itu yang selama ini dirinya yakini dengan terus berada disisi sahabatnya yang tidak lagi memiliki keadaan fisik seperti dulu. Dewa sakit, dan Luna selalu mengusahakan yang terbaik sampai saat masa lalu kelam keduanya terungkap. ...