Mobil Arjuna terparkir dihalaman depan. Tidak bisa untuk masuk karena sudah ada mobil Luna di samping teras. Terpaksa Dewa harus kembali diangkat untuk bisa dibawa masuk.
"Mobilnya nggak bisa masuk?"
Luna menyipit dengan sinis, "maaf kalau halamannya sempit. Kamu bisa langsung pulang aja setelah ini."
Sudah begitu dan Luna keluar lebih dulu. Arjuna hanya mendesah pelan dan mematikan mesin mobil. Luna bergerak cepat membuka pintu bagian jok belakang. Dibukanya kaitan seatbelt yang menahan tubuh Dewa. Arjuna membuka sisi pintu lainnya saat Luna beralih memeriksa aliran oksigen tidak terhambat pun dengan denyut nadi Dewa yang teraba normal.
"Semuanya oke?"
Luna mengangguk dengan desahan lega. "Pelan-pelan angkatnya nanti. Aku sengaja lepas selang kateter tadi dan kalau diapersnya geser, jangan protes kalau kena pipisnya Dewa."
Arjuna mengedip cepat berusaha untuk mencerna apa yang baru saja Luna katakan. Apa tadi? Selang kateter? Diapers? "L-lun... kamu apa tadi?"
Sementara Luna tidak terlelu mempedulikan dan beralih membuka lipatan kursi roda milik Dewa. "Cepat turunin. Kasihan Dewa pasti pegal duduk begitu."
Masih dengan tatapan memicingnya, Arjuna jelas memprotes tetapi cukup tahu diri untuk memindahkan Dewa terlebih dahulu. Diposisikamnya dua lengan pada lipatan lutut dan punggung Dewa. Dua tungkai layu tersebut menggantung ketika tubuh Dewa ditarik menepi.
"Ini kursi rodanya," Luna mendekatkannya kesisi pintu mobil. "Biar aku yang dorong kali ini."
"Nggak usah, aku gendong saja masuknya. Tolong bawakan tabung oksigennya biar selangnya nggak sampai terlipat."
Luna juga tidak sempat memprtes karena Arjuna langsung mengangkat tubuh Dewa. Diperhatikannya cara Arjuna mengangkat Dewa dan begitu menyadari tidak ada masalah, barulah Luna mengikutinya dari belakang.
Masih sempatnya Luna mengingatkan akan luka bekas operasi dibagian dada yang meskipun sudah kering tetapi merupakan bagian yang cukup rentan. "Hati-hati dan jangan terlalu ditekan dadanya. Belum lama Dewa menjalani operasi dada."
Arjuna mengangguk dan bergerak dengan lebih hati-hati. Sengaja mengambil langkah pelan sekaligus menunggu ketika Luna membuka kunci dan baru bisa membawa Dewa masuk. Kamar Dewa berada di sisi barat dekat sofa menonton dan Arjuna mengikuti kemana Luna menunjukkan arah.
"Pelan-pelan," Luna membantu memposisikan kepala Dewa diatas bantal dan baru Arjuna menurunkannya. Napas lelaki tersebut masih sama teraturnya meski sedikit memberat. "Tolong selang oksigennya."
Selang okeigen diulur dan Luna menaikan tekanan sedikit lebih tinggi. Mengunggu hingga deru napas Dewa kembali normal dan baru mendesah lega. Kening Dewa diusap lembut dan Luna membisikan kalimat pujiannya karena Dewa begitu kuat sudah menahannya sejauh ini.
"Istirahat ya... nanti bangun biar lebih sehat." Luna mengelus pipi Dewa dan baru beralih saat mendengar decakan sebal Arjuna. "Kalau nggak senang keluae aja. Pulang lebih bagus."
"Justru aku berencana menginap."
Luna melirik sinis dan membiarkan. Nanti juga Arjuna akan bosan sendiri, pikirnya. Sementara Arjuna mulai mengedarkan pandangan untuk mengamati sekeliling ruangan kamar yang tampak segar dan rapih. Sedikit iri atas segala kedekatan yang dengan mudah Dewa dapatkan.
"Enghh... ngeh..." bibir Dewa mendesis. Dan gerakan dadanya kembali tidak stabil. Luna bergerak membuka kancing pakaian Dewa, meraih stetoskop dan memeriksa dibagian dada dengan hati-hati.
Semuanya stabil dan Luna beralih melepaskan pakaian bagian atas Dewa untuk digantikan. Kondisi berkeringat seperti ini tentu tidak baik apalagi dengan adanya bekas luka jahitan yang baru saja mengering.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
ChickLitLuna mencintai Dewa. Itu yang selama ini dirinya yakini dengan terus berada disisi sahabatnya yang tidak lagi memiliki keadaan fisik seperti dulu. Dewa sakit, dan Luna selalu mengusahakan yang terbaik sampai saat masa lalu kelam keduanya terungkap. ...