Luna pikir Arjuna tidur, tapi saat dirinya bergerak sedikit belitan dipinggangnya menguat. "Sudah bangun?"
Bukannya menjawab justru Arjuna semakin merapatkan pelukan. Meski ada bed cover yang melingkupi tubuh Luna tapi tidak menyerukan niat Arjuna untuk mendekat. Bahkan tidak peduli saat kemejanya menjadi kusut karena gerakannya.
"Kalau sudah bangun, aku mau-" Luna sedikit terkejut saat kepala Arjuna menyeruk dibahunya. "Arjuna... geli,"
"Kamu nggak boleh kemana-mana pokoknya!" Geraman bernada rendah yang teredam bahunya tersebut terdengar begitu serius.
Seharusnya Luna kesal tapi bukannya marah justru dirinya tidak bisa menahan terrawa. "Dasar posesif."
"Memang!" Lalu gerakan memeluk Arjuna semakin intens. Sisi leher Luna ditekan dengan ujung hidungnya sendiri. "Wangi..."
"Kamu yang bau!" Sergah Luna. "Awas ah, sesak tahu!"
"Aku wangi kok. Ini juga parfumenya masih yang kamu pilihkan dulu. Nih... coba cium," Arjuna bergerak hingga menaungi tubuh Luna. Dua lulutnya menjejak dan senyum miringnya terlihat jelas ketika mendapati Luna melotot.
"Jangan modus ya kamu!"
Tapi bukan Arjuna namanya kalau langsung menurut diperingatkan seperti itu. Justru semakin sengaja mengusakan wajah hingga Luna memekik kegelian dan mendorongnya menjauh. "Ah, nggak berani cium!"
Luna melotot, "aku pulang ya kalau kamu curi-curi kesempatan begitu!"
Mendengar ancaman dari Luna tersebut Arjuna langsung bereaksi dengan mengeratkan pelukan. Bahkan tidak peduli sekalipun Luna akan marah asalkan tidak lagi kehilangan sosok lembut yang kini dipeluknya tersebut Arjuna tidak akan protes.
"Nggak! Nggak ada ya pergi-pergi lagi. Aku nggak izinin kamu buat pergi!"
Mencoba untuk mengatur napasnya, Luna memahami jenis ketakutan yang Arjuna tunjukkan. Hanya saja dirinya masih saja kesal setiap Arjuna dengan sengaja mencuri kesempatan apalagi sampai memanfaatkan kelemahannya. Memang dasarnya playboy, mau lima tahun atau sepuluh tahun sekalipun tidak akan pernah berubah.
"Nggak ada cium-cium, nggak ada peluk-peluk-" dan Luna terkesiap saat belitan lengan Arjuna menguat.
"Nggak ada ya larangan peluk-peluk!" Protesnya yang terang-terangan keberatan. "Lima tahun aku nggak peluk kamu, jadi untuk yang satu ini kamu nggak boleh larang aku."
Luna merotasikan bola matanya sebal. "Tadi siapa yang janjinya cuma mau ditemani tidur sebentar? Memang dasarnya kamu modus!"
"Aku beneran ngantuk banget, Lun. Tidurku nggak jelas banget karena stress nyari kamu. Lihat kan kantung mata aku? Kamu tega?"
Astaga... ternyata makin pintar saja buaya dihadapannya ini beralasan. Tapi bodohnya Luna tetap menurut saja saat tangannya dibawa oleh Arjuna untuk mengelus bagian bawah mata lelaki tersebut yang memang menghitam. Jelas kelelahan dan kurang tidur.
"Jangan buat aku nggak tega terus, bisa?" Bisik Luna. Jemarinya mengelus lembut.
"Sengaja biar disayang kamu," Arjuna menyengir lebar. "Kangen banget dielus-elus begini..."
"Seruni kan ada," dengus Luna. Telunjuknya bahkan menekan dengan posisi siap mencolok bagian bawah mata Arjuna yang menghitam. "Memangnya selama jadi tunangan nggak pernah disayang-sayang?"
"Beda lah-"
Luna langsung mendelik, "oh! Jadi pernah? Awas, aku mau pulang aja!"
"Loh... loh, kok-" Arjuna lebih dulu memerangkap tubuh Luna agar berada dalam kunciannya. "Maksud aku, beda itu ya karena selama ini aku menganggap Seruni adik aku. Dia itu nggak ada bedanya sama Camelia. Malah aku yang berasa pedofil kalau mau aneh-aneh sama dia!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
ChickLitLuna mencintai Dewa. Itu yang selama ini dirinya yakini dengan terus berada disisi sahabatnya yang tidak lagi memiliki keadaan fisik seperti dulu. Dewa sakit, dan Luna selalu mengusahakan yang terbaik sampai saat masa lalu kelam keduanya terungkap. ...