24|Mimpi Buruk

669 54 1
                                    

Jangan!

Sakit! Sakit! Sakit!

Otaknya mengalami cidera. Pasien akan lumpuh sekalipun berhasil diselamatkan.

Tolong... selamatkan Dewa.

Jangan biarkan Dewa mati! Aku yang bersalah... tolong!

.
.
.

Lalu sensasi seperti dijatuhkan dari ketinggian menghantam tepat di pusat kepala Dewa. Pusat rasa sakit yang membut laki-laki pucat tersebut sampai terengah dan gemetaran karena mimpi buruknya. Bibirnya yang pucat mendesis dan cuping hidungnya mengembang dengan lebar.

Sesak sekali!

Padahal ventilator masih mengambil alih laju pernapasannya, tapi Dewa terus merasa tekanan dadanya menyempit. Kepalanya terasa seperti ditusuk-tusuk dengan kuat dan Dewa hampir yakin dirinya bisa saja mati menanggung rasa sakitnya.

Dewa... maaf.

Sebuah kilasan berlatar buram menekan dua pelipisnya. Sengatan pusingnya langsung membuat Dewa memejamkan matanya kuat-kuat. Suara jeritan Luna yang begitu keras seperti masih mendengung ditelinganya.

Maaf! Maaf! Maaf!

Hah!! Dua kelopak mata Dewa membuka seketika. Tatapannya membelalak dan tarikan napasnya terasa semakin dalam. Satu detik berlalu dan bola matanya mulai berotasi lambat.

Apa yang baru saja terjadi?

Kenapa dirinya ada disini?

Dimana ini?

Dan satu pertanyaan yang membuat tatapan mata Dewa berubah linglung seketik; apa yang terjadi pada dirinya?

Satu menit berlalu dan diatas bed tersebut, Dewa yang berbaring terlentang dengan kanan dan kiri terampit bantalan penyangga mulai mengedip lambat.

Aku... siapa?

Lalu suara-suara aneh mulai menulikan telinganya. Sebuah suara yang terdengar dekat sekaligus begitu jauh.

Kamu adalah Dewa. Dewandaru Arasatya.

Dewanya Luna.

Dan seketika sebuah pemahaman membuat Dewa tersadarkan. Matanya mengerjap-ngerjap sebelum mulai melirik sekeliling ruangan. Benar dirinya adalah Dewa. Dewanya Luna. Dewa hidup karena Luna dan hidupnya ini adalah untuk Luna.

Dewa mengerjap lagi. Keberadaan selang ventilator dimulutnya ini memang sangat membatasi ruang geraknya. Kepalanya juga sering sekali sakit akhir-akhir ini sampai membuatnya kesulitan untuk berpikir. Apapun itu.

Terkadang ingatannya juga ikut melemah. Dewa bahkan tidak bisa mengingat pastinya sudah berapa lama dirinya hanya terus tinggal dan berbaring diatas bed pasien ini. Dewa merasakan lehernya sedikit kaku sehingga hanya bisa melirikan pandangan dan tidak menemukan siapapun di dalam ruangannya.

Dimana Luna? Sebelumnya Luna selalu ada disampingnya tidak peduli bahkan ketika dirinya terlelap lama sekalipun. Apa Luna mulai bosan mengurusnya yang sakit-sakitan ini?

Dewa berusaha membayangkan hal-hal baik saat kemudian pikirannya teralihkan dengan ingatan akan senyum Luna malam tadi. Lalu sebuah nama terlintas begitu saja. Arjuna.

Siapa itu Arjuna?

Namanya terdengar familiar sekaligus asing bagi Dewa. Lalu, berselang satu detik dan kepalanya kembali terasa sakit seperti ditusuk-tusuk. Beberapa ingatan mulai bermunculan dalam kepalanya. Saling tumpang tindih tidak beraturan dan semakin membuat kepalanya terasa sakit.

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang