46|Kerusakan Otak

572 43 3
                                    

Luna mengerjap. Begitu pandangannya pulih hal pertama yang dirasakannya adalah pening. Kepalanya pusing sekali dan saat menggerakan leher, dirinya menyadari kaku disana. Sakit sekali.

"Arghh..." gumamnya pelan. Masih belum menyadari sekitar akibat disorientasi yang buruk.

Apa yang terjadi?

Kenapa dirinya bisa ada disini?

Sudah berapa lama dirinya tidak sadarkan diri?

Lalu—"Dewa?!" Keterkejutan dengan cepat mengembalikan kesadaran Luna. Bukankah seharusnya mereka sedang dalam perjalanan?

Astaga! Mobil yang dikendarainya menyerempet sisi jalan. Lalu... wajah kaku Irawan menyebabkan kengerian yang Luna sendiri tidak tahan untuk mengerut. Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.

"Akh! Ini..." gerakannya tertahan.

Pergerakan yang coba dilakukan menyadarkan Luna bahwa dirinya tidak dalam keadaan bebas untuk bergerak. Rupanya posisi tubuhnya yang didudukan disebuah kursi sementara kedua tangan dan kakinya dalam keadaan terikat yang menahannya.

Dimana dirinya saat ini, astaga! Luna langsung mengedarkan pandangan untuk mengenali sekeliling. Kesadarannya yang baru kembali membuat Luna harus berkali-kali memfokuskan pikiran agar mampu berpikir jernih.

"Oh, sudah bangun?"

Kepala Luna tertoleh cepat. Matanya langsung menyipit mendapati Ranti yang berjalan ringan dengan senyuman tipis dibibirnya. "Kamu—?!"

"Perkenalkan kembali, saya Ranti dan saya adalah asisten lab Dokter Irawan dalam penelitian terbarunya."

Luna muak sekali. Wanita iblis dihadapannya ini justru tanpa merasa malu memperkenalkan dirinya. Seolah Luna membutuhkannya saja. "Akan saya pastikan kamu membusuk di penjara kalau sampai sesuatu yang buruk terjadi pada Dewa!"

"Itu berarti Dokter Irawan juga akan membusuk bersama saya di penjara."

Geraman kesal Luna suarakan. Bukan karena tidak mampu mengumpat, tapi rasanya semua itu hanya akan sia-sia dan justru mengundang tawa mengejek dari Ranti. Tidak disangkanya kalau wanita yang selama ini dianggapnya hanyalah seorang asisten rumah tangga ternyata seorang asisten lab yang berbahaya.

"Lepaskan saya sekarang juga!" Luna mengentakan tangan dan kakinya yang terikat. "Biarkan saya berbicara pada Padre!"

Dengan sengaja Ranti mengabaikan teriakan Luna tersebut. Wajahnya kelewat tenang sementara tangannya mendorong dekat sebuah troli beberapa obat dan peralatan medis lainnya. Melihatnya, Luna seketika merasa waspasa.

"A—apa yang akan kamu lakukan?"

Ranti menggeleng. "Pertanyaan yang benar adalah, apa yang sudah kami lakukan."

Lalu Ranti membalikan tubuhnya. Tepat ketika itu, Luna baru saja menyadari keberadaan sekat tirai dari plastik bening yang melingkupi sebuah rungan kecil disudut tempat dimana dirinya terikat. Rupanya ini adalah sebuah ruangan kamar utama yang besar dan sekat tirai itulah tempat dimana seharusnya ranjang utama diletakan.

Sementara yang terlihat justru adalah sebuah bed pasien yang ditempatkan disana. Seketika Luna menggeragap. Meski bisa menebak untuk apa ranjang pasien tersebut diletakan disana tapi tetap saja berharap kalau semua ini tidaklah nyata.

 Meski bisa menebak untuk apa ranjang pasien tersebut diletakan disana tapi tetap saja berharap kalau semua ini tidaklah nyata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang