49|Blind

703 55 2
                                    

Mungkin sudah menjadi abu bersama dengan bangunan itu.

Abimanyu mengumpat kala mengingat kalimat kejam yang dikatakan oleh Ayah sahabatnya tersebut. Sial! Dirinya sudah merasa kakinya melemas seketika. Membayangkannya saja sudah begitu mengerikan. Tapi... jika itu adalah Bima Wissesa maka rasanya hal tersebut mungkin saja dilakukan.

Yahh... itu juga kalau Bima menginginkan anaknya gila tentu saja.

Membayangkan bagaimana Arjuna akan mengamuk rasanya cukup menggelikan. Tapi mengingat sifat bucin yang diturunkan dari darah Wissesa rasanya itu juga bukannya mustahil terjadi. Abimanyu adalah teman kecil Arjuna dan sudah cukup mengenal siapa saja kelurga Wissesa.

Mereka bahkan berbagi kenakalan juga banyak hal bersama. Bahkan sebagian besar pengalaman pertama Abimanyu lewati disetiap fase kehidupannya bersama dengan Arjuna. Sejak kecil mereka bersekongkol dan menjadi bocah nakal yang berkuasa. Jelas karena keluarga dibalik mereka yang tidak bisa dikatakan biasa.

Kembali lagi pada keterkejutannya, Abimanyu pikir Bima dengan wajah dingin dan tanpa ekspresinya benar-benar serius saat dirinya menanyakan saat sebuah panggilan mengalihkannya.

"Shit!"

Diantara lorong rumah sakit yang familiar, tidak satupun dari sapaan para perawat yang ditanggapinya. Bukan hanya perawat, bahkan dokter sekalipun yang mengenali dirinya sebagai direktur rumah sakit tidak dihiraukannya.

Tujuannya hanya satu. Banhgsal UGD. Padahal dirinya tahu persis dimana letak bangsal itu tapi rasanya begitu jauh untuk bisa mencapainya. Tidak peduli dirinya sudah berlari seperti orang gila saat ini.

"Pasien atasnama Luna-Aquane... sial!" Perawat sampai melongo karena kedatangan Abimanyu yang tiba-tiba. "Luna Irawan. Dimana pasien atasnama Luna Irawan?"

"Di... sana..." perawat menunjuk dengan eskpresi linglung. Jelas saja, selain karena memang tidak biasanya Abimanyu sampai mampir di bangsal UGD, sekarang lelaki tersebut bahkan memasang wajah kalutnya.

Jangan salahkan orang-orang yang kemudian berasumsi kalau siapapun pasien itu pastilah orang yang sangat penting bagi direktur tampan mereka. "Awas, minggir!"

Beberapa perawat menepi dan Abimanyu memacu langkah menuju salah satu bed dengan tirai yang tertutup. Sudah tidak sempat untuk menghela napas demi menormalkan ritmenya, akhirnya tangannya lebih dulu menyibak tirai hijau bed UGD.

"Luna," gumamnya melega. Sesaat setelahnya baru bisa mengatur napasnya. "Syukurlah..." ternyata Bima Wissesa masih memiliki sedikit hati nurani.

Jalur napas Abimanyu berangsur melega. Tidak hentinya dirinya bersyukur atas kesehatan jantungnya. Bayangkan saja dalam satu hari dirinya mendapatkan dua kali jenis shock yang sama.

"Pak Abimanyu, ada yang bisa saya bantu?" seorang Dokter yang bertugas menangani bangsal UGD menyapa ramah. Meskipun jelas sekali terkejut mendapati seorang Abimanyu Archer sampai berlarian di koridor UGD.

"Ya?"

Dokter tersebut padahal sudah teramat gugup, tetapi justru Abimanyu yang menatap bingung. "Anu... tadi Pak Abimanyu sampai berlarian di koridor UGD. Apa ada masalah?"

Peluh dipelipis Abimanyu menetes. Entah aksi gila apa yang sudah dilakukannya tadi. Tepat ketika Bima memberitahunya dirinya pikir semua ini bisa menjadi lebih buruk. Dengan berita kematian Luna misalnya. Bahkan dirinya sudah siap mengirim anak buahnya untuk menyelidiki sisa bangunan vila yang terbakar.

"Saya... uhm, maksud saya-" Abimanyu bahkan harus menyuarakan batuk untuk melegakan tenggorokannya yang kering, "pasien ini adalah salah satu kenalan saya. Karena itu saya bergegas datang kemari."

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang