45|Manuver

416 41 2
                                    

"Putar balik!"

"Lo gila?!" Arjuna menoleh dengan raut tidak percaya, "ini kita sudah setengah jalan!"

"Seruni dalam bahaya dan lo masih mementingkan buat lanjut ke Bogor? Gila lo? Dia itu tunangan lo, babi!"

Tidak perli diberi tahu atau diingatkan dengan nada membentar seperti itu juga Arjuna tahu. Tapi dirinya juga tidak bisa begitu saja memilih atau memutuskan karena baik Luna maupun Seruni sama-sama penting meski dengan pertimbangan yang berbeda.

"Kita bisa minta orang atau anak buah kepercayaan lo buat cek vila di Bogor. Belum tentu juga Luna benar ada disana. Sedangkan Seruni? Dia nggak seharusnya menanggung semua ini."

"Lo minta gue milih disaat-saat begini?" Arjuna jelas meradang. Posisi mobil mereka sudah menepi sementara justru isi kepalanya semakin tidak karuan.

"Kita buat skala prioritas-"

Arjuna menoleh dan menatap Abimanyu dengan lebih serius, "lo mungkin akan mengumpati gue brengsek, tapi akan ada banyak orang yang mengusahakan keselamatan Seruni, termasuk Ayah dan Bunda. Tapi Luna... dia sendirian!"

"Dia ada sama Bokapnya kalo lo lupa. Jangan bego, Luna akan baik-baik saja."

Justru itu masalahnya. Arjuna merasa perasaannya begitu kuat dan sangat gelisah saat bertatapan langsung dengan Irawan beberapa saat yang lalu. Orang itu jelas bukan jenis dan golongan yang bisa disebut 'baik' oleh Arjuna. Feelingnya tidak pernah salah dan justru itu yang semakin membuatnya gelisah.

"Jalanin mobilnya. Kita tetap pada rencana awal. Kita selamatkan Luna dulu dan baru setelah itu menyusul Ayah. Gue lebih yakin Ayah akan kerahkan seluruh anak buahnya dan nggak akan membiarkan apapun terjdi sama Seruni."

Abimanyu memukul stir keras, "babi bego! ini Seruni, tunangan lo! Dia diculik dan lo.... brengsek!"

"Gue emang brengsek, maki gue sepuasnya kalau perlu. Gue nggak mengelak dan gue akui semua itu. Ini mungkin terdengar jahat, tapi dari dulu sampai sekarang Luna masih jadi satu-satunya buat gue."

Abimanyu yang sebelumnya duduk dikursi kemudi bergerak cepat atas desakan emosinya dan langsung meraih kerah pakaian pasien Arjuna saking kesalnya. Baginya, Arjuna ini benar-benar tidak memiliki otak!

"Dia diculik karena berusaha buat ngejar lo yang kabur dari rumah sakit dan lo sama sekali nggak peduli? otak lo dimana hah?! Nggak ada jaminan Serini akan tetap dalam keadaan baik-baik saja selama kita melacak Luna. Kita nggak ada yang tahu, atau malah bisa jadi membawa Dewa pergi itu memang sejak awal adalah rencana Luna-"

"Brengsek! Jaga mulut lo sialan! Luna nggak akan pernah berbuat hal begitu. Dia udah janji sama gue!" ganti Arjuna yang menekan leher Abimanyu. Jelas langsung tidak terima Lunanya dituduh hal yang macam-macam. "Kita berdua kenal Luna dan sama-sama tahu Luna nggak akan pernah mungkin membahayakan Dewa."

Armosfer berubah menjadi tegang. Baik Arjuna maupun Abimanyu sama-sama tidak ada yang mau mengalah atas pemikirannya. Sekarang, dua orang yang awalnya begitu realistis kembali berubah saling meluapkan emosi. Siap saling adu pukulan andai saja pemicu selanjutnya tidak segera dihentikan.

"Bego!" Tuding Abimanyu dengan gerakan menyentak melepaskan Arjuna dan begitu pula sebaliknya.

"Tolol!"

Keduanya langsung menghempas duduk dengan bersandar pada sandaran kursi saat menyadari tidak ada gunanya mereka saling menekan. Itu jelas tidak akan menyelesaikan masalah apapun selain menghambat mereka. Sebelah lengan menutupi Arjuna terangkat dan menutupi separuh wajah.

Tidak lama, gantian sekarang giliran ponsel Abimanyu yang berdering.

Mami is calling...

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang