"Babi tolol!" Umpat Arjuna lalu kembali mendesis karena luka sobek dibibirnya yang semakin melebar, "awshh...."
"Jangan banyak gerak makanya, ck!"
Tentu saja bukan Abimanyu melainkan Luna yang mengatakannya. Dengan wajah luar biasa muram itu, mana mungkin tuan muda Archer masih sempatnya memperhatikan Arjuna yang mencak-mencak karena merasa dihakimi oleh temannya tersebut.
"Hm, iya maaf ya Runi. Nanti pulangnya sama supir aku." Nada bicaranya boleh saja lembut ketika menyahuti kekhawatiran Seruni melalui sambungan telepon, tapi tatapan tajamnya belum juga meluruh. "Iya, terpaksa karena ada babi—orang gila mengamuk didepan unit nya Arjuna. Aku beresin dulu ini."
"Si-a-lan!" Eja Arjuna dengan bibir mendesis sakit. Jelas sudah siapa yang dimaksud orang gila oleh Abimanyu tersebut.
"Iya, nanti aja telepon Arjunanya. Dia lagi nggak bisa ngomong sekarang. Takut sama orang gilanya."
Lalu tidak lama telepon ditutup. Berbeda dengan Arjuna yang langsung bereaksi atas kedatangan Abimanyu yang tiba-tiba, Luna justru tidak berani hanya sekedar untuk mengangkat wajahnya. Selain malu dirinya juga tidak ada sesuatu yang mau dikatakan.
"Ngomong sekarang, mau lo apa babi?!" Sergah Abimanyu saat menghempaskan duduk di sofa tunggal dihadapan Arjuna dan Luna.
Mendengar nada kasar berikut umpatan yang Abimanyu lontarkan, Luna tentu terkejut karena merasa umpatan tersebut juga ditujukan padanya. Tubuhnya yang berjingkat langsung membuat Arjuna berang dan merangkulnya disisi.
"Ngomong baik-baik, anjing!" Geram Arjuna yang lebih tidak terima Luna diperlakukan kasar. Bahkan jika orang itu adalah Abimanyu sekalipun.
"Sori, Lun." Guman Abimanyu yang merasa sudah keterlaluan. "Yang aku maksud babi itu si Juna, bukan kamu."
Baru setelahnya ketegangan dalan gestur tubuh Arjuna meluruh. Ototnya tidak lagi mengencang meski tatapan matanya masih sama tajamnya. Luna sendiri juga berusaha untuk bernapas dengan normal meski ternyata itu sulit dilakukan.
"A—aku..." lirih Luna yang kebingungan juga gugup. Tidak sama sekali menyangka kalau akan bertemu dengan Abimanyu dalam situasi memalukan seperti sebelumnya.
Tangan Luna yang berada dalam genggaman Arjuna diremas pelan. Hal yang langsung mendapat pelototan dari Abimanyu tentu saja. "Itu bisa nggak usah pegang-pegang nggak? Modus aja lo babi! Ingat, lo udah bertunangan!"
Arjuna melengos, "bisa gue batalin kapan aja—ya!" Seru Arjuna saat Abimanyu siap menerjangnya kembali dengan tinju diwajah. "Apasih?! Ngomong aja nggak usah ngajak jotos-jotosan, bisa?!"
"Ngomong sama lo memang harus pakai otot, soalnya lo nggak ada otak!" Seru Abimanyu.
Tangan Arjuna diremas sedikit kuat hingga umpatannya kembali tertelan, "kalian berdua, stop. Aku yang salah disini. Datang diam-diam ke Apartemen Arjuna itu salah, apalagi sampai membiarkan dia..." Luna melirih diujung kalimatnya. "Aku yang salah, oke? Jadi please... jangan berantem lagi."
"Lun..." Arjuna tidak senang dengan sikap Luna yang menyalahkan dirinya itu.
"Apa? Memang aku yang—murahan kan?" Tegas Luna meski dengan air mata membayang di kedua matanya. "Aku berciuman dengan tunangan perempuan lain."
Tentu saja Abimanyu melunak dengan perasaan bersalahnya. Bahunya langsung perlahan-lahan meluruh ketika melihat Luna mulai menangis. "Lun, sori..."
Luna menggeleng, "enggak, memang benar kok. Aku perlu diingatkan biar nggak semakin lupa diri."
"Murahan apa? Lupa diri apa?" Sergah Arjuna. "Jelas-jelas aku yang paksa kamu buat ikut ke Apartemen. Aku juga yang memulai sampai ahirnya kita bisa ciuman tadi. Kalaupun ada yang pantas disebut murahan dan nggak tahu diri, itu pasti aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
ChickLitLuna mencintai Dewa. Itu yang selama ini dirinya yakini dengan terus berada disisi sahabatnya yang tidak lagi memiliki keadaan fisik seperti dulu. Dewa sakit, dan Luna selalu mengusahakan yang terbaik sampai saat masa lalu kelam keduanya terungkap. ...