Perempuan berkuncir satu itu melirik ke arah jarum jam yang menunjukkan pukul sembilan malam. Artinya baru dua jam berselang dari terakhir kali dirinya memasukan sesuatu pada lambungnya. Namun entah mengapa satu mangkuk soto ditambah setengah mangkuk sisa sang putra tak berarti apapun di dalam perutnya.
Padahal rencananya Rana akan diet. Rana merasa jika tubuhnya semakin membesar, sebenarnya Rana tak masalah andai membengkaknya disemua bagian. Sayangnya tubuh Rana yang semakin membesar dibagian pantat, pinggang dan dada. Rana merasa minder dengan itu, apalagi statusnya sebentar lagi menjadi janda. Rana takut Onad malu mempunyai Ibu berpredikat sebagai janda bahenol.
"Dietnya besok ajalah. Mumpung cuaca lagi hujan-hujan gini mending buat mie instan kuah enak kali ya? Sambil nonton film horor pasti lebih mantep. Mumpung Onadnya lagi tidur. Me timelah sekali-kali." kekeh Rana seraya beranjak dari tidurnya.
Sebelum beranjak Rana menyempatkan memasangkan kaos kaki pada Onad, lalu menyelimutinya hingga ke batas leher dan memberi satu kecupan pada dahi anak semata wayangnya.
"Mama ke bawah dulu ya, Sayang. Tidur nyenyak anaknya Mama. Besok kita terapi." bisik Rana yang dibalas selulas senyum oleh Onad.
Onad memang begitu. Walau dirinya tertidur namun saat Rana membelai atau membisikkan sesuatu pasti dibalas dengan senyuman. Entah reflek dari tidur lelapnya atau memang Onad yang terlalu peka Rana juga tak mengerti.
"Pakai baju gini aja kali ya? Males banget mau ganti. Bodo amatlah orang di rumah cuma ada Damarci hua-hua sama duo badut doang." gumam Rana pelan sembari beranjak meninggalkan kamar.
Rana hanya menggunakan drees satin putih setengah paha dengan tali spageti pada pundaknya. Membuat tubuh sintal itu terkespos sempurna. Terlihat begitu mempesona, belum lagi rambut Rana yang tercepol keatas membuat leher jenjangnya terlihat. Rana terlihat begitu menggoda. Calon janda memang harus berpenampilan sempurna, itu prinsip Rana.
Begitu keluar dari kamar Rana disuguhkan dengan kesunyian. Rumah ini begitu senyap nyaris tidak ada satupun suara yang terdengar. Saat menginjakkan diri di lantai satupun Rana heran begitu mendapati semua lampu sudah padam. Seperti tidak ada kehidupan, padahal ini masih terhitung sore. Bahkan kamar yang ditempati oleh suami dan Ibu tirinya sudah terkunci rapat.
"Posistif thingking aja mungkin pada mati kesamber petir." kekeh Rana sembari meneruskan langkah ke arah dapur.
Sungguh Rana tak peduli dengan mereka. Para wayang yang masih saja menumpang pada rumahnya. Sebenarnya ingin mengusir, tapi mengingat status Damar yang masih menjadi suaminya itu akan sulit.
Jadi Rana biarkan saja mereka tetap berada di rumah ini, sekalian menunggu rumah ini terjual. Toh nanti kalau rumah ini sudah berganti pemilik mau tak mau mereka akan pergi sendiri bukan?
"Kalau aku ngusir mereka, mereka pasti memutar balikkan fakta dan membuat namaku menjadi buruk. Tapi kalau membiarkan mereka pergi karena diusir pemilik rumah yang barukan seru. Melawan tidak mungkin, koar-koar juga pasti malu gengsinyakan gede. Dan pemenangnya tetap Rana wanita anggun berhati mulia." sombong Rana sembari terkekeh.
Jangan kira jika Rana tidak tahu kalau Damar sedang berusaha mencari keberadaan sertifikat rumah ini. Dan berusaha untuk membalikkan atas namanya menjadi atas nama Damar. Bahkan laki-laki berengsek itu juga sudah merencanakan untuk menunda perceraian diantara mereka. Untung saja Rana lebih cerdik, seluruh buktinya kuat. Hanya tinggal menunggu ketukan palu saja mereka akan selesai.
~Sejumput Dendam Rana~
Sesampainya di dapur Rana mulai membuka lemari yang berisi bahan makanan. Menyiapkan satu mie instan, dua telur, empat lembar daun sawi dan beberapa cabe rawit. Hujan dan mie kuah pedas adalah sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejumput Dendam Rana
HumorTentang Rana yang harus menerima kenyataan pahit. Saat suaminya harus menikah lagi dengan anak dari pendonor ginjal untuknya. Hingga satu tahun berlalu, takdir membawa Rana kembali masuk dalam keluarga mantan suaminya. Bukan sebagai menantu tapi seb...